Radarjambi.co.id-Pada 18 November 2024 ini, Muhammadiyah memasuki usia 112 tahun. Secara historis, Muhammadiyah lahir dari Kampung Kauman, Yogyakarta pada 18 November 1912.
Kini, setelah satu abad lebih, Muhammadiyah laksana matahari, telah menyinari Nusantara, bahkan mancanegara. Salah satu budaya yang melekat pada organisasi Muhammadiyah adalah budaya literasi.
Muncullah pertanyaan, apa dan bagaimana budaya literasi bertumbuh di organisasi Muhammadiyah?
Terhadap pertanyaan itu, penulis ingin menjawab lewat sejumlah catatan.
Pertama, sejumlah perguruan tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) memiliki budaya literasi yang kuat. Di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), misalnya, peserta kuliah Bahasa Indonesia dibimbing dan dididik menulis esai ilmiah.
Proses menulis esai ilmiah itu menjadi tugas proyek (project task) dalam kuliah tersebut. Alhasil, budaya menulis esai ilmiah berkembang.
PTMA Berliterasi
Masih di UAD, teristimewa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), juga berkembang budaya menulis bunga rampai (book chapter).
Tahun 2023 lalu, para dosen FKIP UAD berhasil menerbitkan buku Transformasi Pendidikan Abad XXI: Sebuah Bunga Rampai (penerbit K-Media, Yogyakarta). Tahun 2024 ini, insyaallah para dosen FKIP UAD akan menulis dan menerbitkan naskah bunga rampai dengan tema “AI untuk Kemajuan Pendidikan”.
Lain di UAD, lain pula di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Di UMS, ada kegiatan Uzlah Akademik. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi VI menyebut, uzlah bermakna ‘pengasingan diri untuk memusatkan perhatian pada ibadah (berzikir dan tafakur) kepada Allah Swt.”
Setali dengan itu, UMS ingin para dosennya beruzlah diri guna berliterasi (membaca dan menulis). Berkat kegiatan itu, kelak dihasilkan karya-karya akademik berkualitas terbaik.
Penulis yakin, para dosen PTMA lainnya juga berliterasi dengan baik. Khusus para dosen bidang pendidikan bahasa dan sastra Indonesia (PBSI), misalnya, akan terlibat dalam kegiatan Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra Indonesia (PIBSI) tiap tahun.
Dalam kegiatan itu, para dosen PTMA akan menulis makalah seputar bidang PBSI. Tahun 2025 mendatang, PIBSI akan digelar di Universitas Muhammadiyah Purworejo (UM Purworejo).
Kedua, sejumlah sekolah, madrasah, dan pondok pesantren (ponpes) Muhammadiyah memiliki budaya dan sarana literasi yang kuat. Sebagai contoh, SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta memiliki perpustakaan yang modern dan lengkap.
Para siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta akan antusias membaca, menulis, dan berdiskusi di perpustakaan. Antusias para siswa itu tampak nyata saat mengikuti lomba menulis cerpen, deklamasi puisi, dsb.
Antusias siswa berliterasi di sekolah erat dengan para gurunya. SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, misalnya, yang memiliki guru-guru bertalenta luar biasa di bidang literasi.
Salah satunya ialah Ichsan Nuansa. Dia aktif menulis cerpen, puisi, dan esai di media massa.
Kelak, berawal dari guru yang aktif menulis seperti Ichsan Nuansa, bukan tidak mungkin para siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta juga aktif menulis.
Lain di sekolah, lain pula di madrasah. Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah dan Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah merupakan amal usaha Muhammadiyah (AUM) berwujud madrasah di Yogyakarta.
Kedua madrasah itu juga semarak dalam budaya literasinya. Para siswa kedua madrasah itu aktif mengikuti sejumlah lomba, seperti lomba mereviu buku, lomba deklamasi puisi, lomba cerdas cermat, dll.
Secara umum, sekolah, madrasah, dan ponpes Muhammadiyah ikut menumbuhkan budaya literasi. Para guru, tenaga kependidikan (tendik), dan siswa akan antusias berliterasi jika pihak sekolah, madrasah, dan ponpes memfasilitasinya.
Bentuk fasilitasi itu bisa berupa perpustakaan yang nyaman, lengkap, dan kondusif untuk berliterasi.
Selain itu, ada atmosfer akademik yang mendorong para guru, tendik, dan siswa berliterasi dengan mumpuni.
Majelis Pustaka dan Informasi
Ketiga, Muhammadiyah memiliki Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) pada setiap level kepemimpinannya. Di level nasional, MPI Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Di level provinsi, MPI Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM).
Di level kabupaten/kota, MPI Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM). Di level kecamatan, MPI Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM).
Dan terakhir, di level kelurahan/desa, MPI Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM).
Salah satu tugas MPI di setiap level tadi adalah menumbuhkan budaya literasi bagi keluarga besar/warga Muhammadiyah.
Kita ketahui, budaya literasi masyarakat kita masih rendah. Akibatnya, kita seringkali mendapatkan berita bohong (hoax) di era tsunami informasi.
Untuk itu, Muhammadiyah melalui MPI, berjihad untuk melawan berita bohong dengan menumbuhkan kesadaran literasi (literacy awareness) keluarga besar/warga Muhammadiyah dan umum.
Terkait itu, kesadaran literasi keluarga besar/warga Muhammadiyah menjadi titik pangkal budaya literasi masyarakat Indonesia. Karena itu, Muhammadiyah menaruh perhatian besar terhadap budaya literasi yang mumpuni.
Warga Muhammadiyah yang aktif di AUM, seperti PTMA, sekolah, madrasah, hingga ponpes didorong proaktif dalam berliterasi dan menginspirasi di lingkungan sekitarnya. Selamat Milad ke-112 Muhammadiyah! Sang Surya tetap bersinar.(*)
Penulis: Sudaryanto, M.Pd., Dosen PBSI FKIP UAD; Mahasiswa S-3 UNY; Anggota Majelis Tablig, Pustaka, dan Informasi PRM Nogotirto
Internasionalisasi Bahasa Indonesia : Perspektif Pengajar BIPA
Analisis Wacana Kritis dalam Membentuk Pengaruh Sosial Kontemporer
Guru di Maluku Tanggapi Kritikan Jusuf Kalla kepada Mendikbudristek
Aswan Hidayat Usman Terpilih menjadi Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Jambi periode 2024-2027