Gaji (Guru) yang Produktif

Selasa, 17 Desember 2024 - 16:40:28


Sudaryanto
Sudaryanto /

Radarjambi.co.id-Presiden Prabowo Subianto mengumumkan hadiah istimewa di puncak peringatan Hari Guru Nasional 2024, Kamis (28/11) lalu.

Hadiah istimewa yang dimaksudkan ialah rencana kenaikan gaji guru pada 2025. Presiden Prabowo menambahkan, pemerintah telah meningkatkan anggaran untuk gaji guru, baik guru berstatus ASN, PPPK, maupun non-ASN/honorer.

Terhadap hal itu, kita berikan apresiasi sekaligus catatan perihal gaji guru yang produktif.

Pertama, kita perlu apresiasi akan rencana kenaikan gaji guru pada 2025. Saat kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu, Prabowo Subianto memiliki program prioritas menaikkan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) guru.

Dan, setelah dilantik sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2024 lalu, Prabowo berupaya mewujudkan janjinya. Dengan begitu, rencana kenaikan gaji guru telah menjadi program prioritas pada pemerintahan Prabowo-Gibran (2024-2029).

Gaji yang Produktif

Kedua, kita perlu sampaikan catatan perihal gaji guru yang produktif. Apa pasal? Selama ini, ada temuan bahwa tunjangan sertifikasi guru lebih banyak dibelanjakan untuk hal-hal konsumtif.

Hal-hal konsumtif, di antaranya, membeli kendaraan baru, merenovasi rumah, membayar kredit kendaraan/rumah, dll. Untuk itu, pihak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) perlu mengingatkan ulang dampak dari kenaikan gaji guru.

Terkait itu, gaji merupakan salah satu faktor yang membuat guru lebih produktif di sekolah. Kita prihatin, tatkala ada guru non-ASN/honorer menerima gaji sekitar Rp300.000 per bulan.

Bayangkan, dengan besaran gaji itu, apakah guru itu layak hidup di perkotaan? Akhirnya, guru tadi nyambi les, menulis artikel di media massa, dan mengikuti lomba penulisan sebagai cara mencari uang tambahan. Pengalaman penulis membuktikan hal itu. Prihatin?

Selain gaji, ada lima faktor yang membuat guru lebih produktif di sekolah. Pertama, rekan kerja/kolega. Di sekolah para guru memiliki kolega yang kelak mendukung pekerjaannya.

Hal itu, salah satunya diwadahi melalui komunitas belajar (kombel) di sekolah dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) per kota/kabupaten dan/atau provinsi.

Dengan begitu, guru dapat menyisihkan sebagian gajinya untuk proaktif dalam kombel dan/atau MGMP.

Kedua, etika kerja. Para guru didorong memiliki etika kerja yang positif, seperti kejujuran, integritas, dan toleransi. Para guru, siswa, dan tenaga kependidikan (tendik), serta orang tua/wali siswa berlaku jujur, integritas, dan toleransi di sekolah dan luar sekolah.

Terkait itu, pemerintah pernah memberikan penghargaan Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) kepada sejumlah sekolah pada 2014-2015. Hal itu menjadi sumbangsih guru yang berintegritas tinggi.

Ketiga, respek dan apresiasi. Di sekolah para guru dapat memberikan respek dan apresiasi terhadap kolega dan siswanya.

Jika ada siswa yang berprestasi, pihak Humas akan membuatkan infografik/flyer. Kemudian infografik itu terpasang di media sosial sekolah, seperti Instagram, TikTok, dan X (d/h. Twitter).

Atau, jika ada kolega guru yang berulang tahun, digelar tasyakuran. Cara-cara itu bagian dari merawat respek dan apresiasi guru terhadap kolega dan siswanya.

Guru Perlu Rekreasi

Keempat, masa depan positif. Para guru akan produktif apabila di lingkungan kerjanya menghargai inovasi dan terbuka terhadap masa depan.

Inovasi dapat muncul karena guru rajin membaca, menulis, dan berdiskusi. Di kelas guru dapat menginovasi pembelajaran dengan penelitian tindakan kelas (PTK).

Hasil dari PTK dapat diseminasikan di kombel atau MGMP. Dengan begitu, inovasi pembelajaran guru akan diketahui oleh koleganya di sekolah.

Kelima, beban pekerjaan berimbang. Guru memiliki beban mengajar 24 jam di sekolah. Beban itu ditambah lagi dengan tugas lainnya, seperti wali kelas, guru ekstrakurikuler, bendahara BOS, dll.

Di sini, pimpinan sekolah perlu jeli dan cermat terhadap beban pekerjaan para gurunya di sekolah.

Jika dirasa jenuh akan beban pekerjaan, guru dan tendik perlu melaksanakan rekreasi atau liburan. Dengan begitu, guru dapat bekerja secara berimbang; tidak berat sebelah.(*)

 

Penulis: Sudaryanto, M.Pd., Dosen PBSI dan PPG Calon Guru FKIP UAD; Mahasiswa S-3 UNY; Anggota Divisi Humas ADOBSI (2024-2029)