Radarjambi.co.id-Raja Ampat selama ini dikenal sebagai icon ekowisata Indonesia dan menjadi contoh keberhasilan konservasi. Terumbu karangnya yang kaya, lautnya yang jernih, serta keanekaragaman hayatinya yang luar biasa telah menjadikan kawasan ini sebagai salah satu destinasi wisata alam terbaik di dunia.
Raja Ampat telah diakui dari UNESCO sebagai bentuk apresiasi atas keunikan geologis, serta keanekaragaman hayati dan ekosistem lautnya.
Namun, kini terancam oleh ekspansi pertambangan nikel di beberapa pulau kecil yang masuk dalam wilayah Raja Ampat, yakni Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Ketiga pulau ini bukan hanya kaya akan keanekaragaman hayati, tetapi juga secara hukum seharusnya dilindungi.
"Ketiga pulau itu termasuk kategori pulau-pulau kecil yang sebenarnya tidak boleh di tambang menurut Undangan-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, " Ungkap iqbal mengutip dari Kompas. Com, Sabtu (7/6/2025).
Dampak pertambangan berisiko menimbulkan konflik sosial, merusak struktur ekonomi lokal, dan nilai ekologis melebur yang telah dilestarikan selama berabad-abad.
Berdasarkan laporan Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami telah dibabat untuk kepentingan tambang.
Pembukaan lahan untuk tambang seringkali memperburuk kualitas tanah dan mengakibatkan krisis iklim. Habitat flora dan fauna pun ikut terancam.
Aktivitas penambangan nikel di wilayah seperti Pulau Gag memiliki potensi signifikan untuk merusak terumbu karang serta mengurangi keanekaragaman hayati, dan mengancam biota laut yang bergantung pada habitat tersebut, termasuk ikan yang menjadi sumber pangan.
Sebagian besar masyarakat di Raja Ampat bergantung pada perikanan dan ekowisata. Rusaknya laut dan hutan berarti hilangnya sumber penghasilan utama warga lokal, terutama nelayan.
Potensinya jauh lebih besar jika dijaga sebagai surga konservasi dan ekowisata dunia. Potensi ini bisa dikembangkan secara berkelanjutan berbasis alam dan pelestarian lingkungan.
Sebagai upaya penghijauan kembali dan pelestarian lingkungan berkelanjutan. Maka penerapan kebijakan konservasi yang ketat sangat diperlukan, termasuk penghentian dan pemberian izin kawasan dengan sensitivitas ekologis tinggi guna mencegah degradasi lingkungan yang tidak dapat dipulihkan.
Ekosistem Raja Ampat bukan hanya bernilai secara ekologis, tapi juga sosial dan ekonomi. Masyarakat adat yang selama ini menggantungkan hidup dari hasil laut dan pariwisata berkelanjutan mulai kehilangan ruang hidupnya.
Raja Ampat adalah warisan dunia, bukan tambang dunia. Menyelamatkan kawasan ini dari aktivitas tambang berarti menyelamatkan identitas ekologis Indonesia sekaligus memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.(*)
Penulis : Natasya Meifani Mahasiswi Universitas Ahmad Dahlan Yogya
Banjir Di Kota Jambi Bukan Takdir, Tapi Warisan Kelalaian Yang Telah Di Ulang