Diskriminasi Usia Di Pasar Kerja: Sebuah Ironi yang Merugikan

Kamis, 12 Juni 2025 - 11:36:20


/

Radarjambi.co.id-Berita mengenai "Kekecewaan Pelamar Kerja Berusia di Atas 30 Tahun: Masih Produktif tapi Dianggap Tua" menurut saya adalah sebuah potensi diskriminasi usia dalam dunia kerja.

Anggapan "terlalu tua" bagi pelamar di atas 30 tahun, meskipun mereka punya pengalaman dan produktivitas terbukti, jelas menjadi hambatan yang tidak adil.

Ini memunculkan pertanyaan krusial tentang cara perusahaan menghargai pengalaman versus usia, serta dampaknya pada angkatan kerja yang menua.

Sangat disayangkan jika kontribusi pekerja berpengalaman diabaikan hanya karena faktor usia.

Pandangan saya terhadap adanya persepsi tersebut sangat merugikan, pengalaman adalah guru terbaik, mengesampingkan hal tersebut demi usia hanya akan membatasi potensi karya sebuah tim.

Salah satu pendorong kuat adanya diskriminasi ini adalah kesalahan persepsi. Ada pandangan keliru yang sering muncul bahwa bertambahnya usia otomatis mengurangi relevansi, kecepatan belajar, atau adaptasi terhadap teknologi baru.

Padahal, menurut saya justru sebaliknya. Pekerja di atas 30 tahun, umumnya memiliki pengalaman kerja yang matang, jaringan profesional yang luas, dan keterampilan pemecahan masalah yang teruji.

Mereka telah melewati berbagai tantangan, membangun ketahanan, dan seringkali menunjukkan etos kerja yang lebih stabil. 

Dampak dari anggapan tersebut sangat luas, bukan hanya kepada para pekerja saja namun perusahaan yang tidak membuka mata dan fokus hanya pada merekrut pekerja muda, mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keahlian spesifik dan kebijaksanaan yang hanya bisa didapatkan melalui pengalaman bertahun-tahun.

Ironisnya, diskriminasi usia ini menjadi salah satu pendorong utama mengapa banyak pekerja berpengalaman di Indonesia, yang sebenarnya masih sangat produktif, memutuskan untuk mencari peluang di luar negeri.

Di banyak negara maju, pasar kerja cenderung lebih menghargai pengalaman, kematangan, dan rekam jejak profesional tanpa terhalang usia.

Mereka memahami bahwa keragaman usia dalam tim justru membawa perspektif yang lebih kaya, solusi inovatif, dan stabilitas operasional.

Fenomena ini, dikuatkan dengan pernyataan Vicky Natasya dalam berita kompas.com, TKI di Jerman ini mengungkapkan tentang tidak adanya diskriminasi usia, gender, orientasi seksual, atau penampilan fisik dalam bekerja di sana, menunjukkan adanya kesenjangan dalam kesempatan dan perlakuan yang mungkin dirasakan para pekerja di Indonesia.

Tagar #kaburajadulu yang populer di kalangan pekerja migran mencerminkan perasaan kurang dihargai dan terbatasnya peluang pengembangan diri di tanah air, mendorong mereka mencari lingkungan yang lebih mendukung pertumbuhan profesional dan personal, bahkan mereka rela meninggalkan keluarga dan tanah air.

Ini seharusnya menjadi cermin bagi pemerintah untuk mengatasi isu diskriminasi usia dan stigma terkait usia yang masih melekat dalam praktik perekrutan dan pengembangan karir di Indonesia.

Di tengah kekhawatiran ini muncul isu dihapusnya syarat usia kerja oleh kementerian ketenagakerjaan sudah marak terdengar.

Dalam wawancaranya, Yaessierli mengatakan bahwa pihaknya akan menghapus syarat tersebut dan memuatnya dalam SE (Surat Edaran), meski belum tau kapan. Berita mengenai penghapusan syarat usia kerja adalah langkah yang patut diapresiasi.

Semoga ini bukan hanya sekedar secarik kertas, namun juga mendorong perubahan budaya pasar kerja yang lebih adil.(*)

 

 

Penulis : Sri Wening dari Universitas Ahmad Dahlan