Pendekatan Humanistik dalam Novel Totto-chan Berdasarkan Teori Abraham Maslow

Selasa, 01 Juli 2025 - 19:42:18


muhammad koko yoroshii
muhammad koko yoroshii /

Radarjambi.co.id-Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Namun, dalam praktiknya, pendidikan sering kali hanya dipahami sebatas transfer ilmu pengetahuan dan kemampuan akademik semata.

Padahal, lebih dari itu, pendidikan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia, yaitu membantu peserta didik untuk berkembang secara utuh, baik secara intelektual, emosional, sosial, maupun moral. Salah satu pendekatan yang menekankan pentingnya aspek kemanusiaan dalam pendidikan adalah pendekatan psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Psikologi humanistik melihat manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi besar untuk berkembang, asalkan kebutuhan-kebutuhan dasarnya terpenuhi. Novel Totto-chan: The Little Girl at the Window karya Tetsuko Kuroyanagi menjadi contoh nyata bagaimana pendekatan humanistik ini diterapkan dalam dunia pendidikan.

Novel ini tidak hanya menceritakan kisah seorang gadis kecil bernama Totto-chan, tetapi juga menggambarkan bagaimana lingkungan sekolah yang penuh kasih sayang, penghargaan, dan kebebasan dapat mengubah seorang anak menjadi pribadi yang percaya diri, kreatif, dan bahagia. Abraham Maslow adalah seorang psikolog asal Amerika Serikat yang terkenal dengan teori hierarki kebutuhan manusia atau yang dikenal dengan Hierarchy of Needs. Menurut Maslow, manusia memiliki lima tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi secara bertahap, yaitu: * Kebutuhan fisiologis (makan, minum, tempat tinggal, istirahat)* Kebutuhan rasa aman (keamanan fisik dan emosional)* Kebutuhan cinta dan rasa memiliki (hubungan sosial, kasih sayang, penerimaan)* Kebutuhan penghargaan (pengakuan, penghargaan, rasa percaya diri)* Kebutuhan aktualisasi diri (mengembangkan potensi, menjadi diri sendiri) Maslow berpendapat bahwa seseorang tidak dapat mencapai tingkat kebutuhan yang lebih tinggi jika kebutuhan di tingkat bawahnya belum terpenuhi.

Teori ini sangat relevan dalam dunia pendidikan, karena anak-anak sebagai individu yang sedang tumbuh sangat membutuhkan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka sebelum mereka mampu belajar dan berkembang dengan optimal. Teori Maslow ini tidak hanya banyak diterapkan dalam psikologi pendidikan, tetapi juga dalam dunia kerja, manajemen, bahkan dalam pembentukan kebijakan sosial. Inti dari teori ini adalah bahwa manusia akan sulit berkembang atau menunjukkan potensi terbaiknya apabila kebutuhan dasarnya terabaikan. Novel Totto-chan menceritakan kisah seorang gadis kecil yang dikeluarkan dari sekolah lamanya karena dianggap terlalu aktif dan bermasalah. Namun, di sekolah Tomoe Gakuen yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Kobayashi, Totto-chan menemukan lingkungan yang sangat berbeda. Sekolah ini justru menjadi tempat di mana kebutuhan-kebutuhan dasar Totto-chan terpenuhi, sesuai dengan teori Maslow. Sejak hari pertama di Tomoe Gakuen, Totto-chan merasakan suasana sekolah yang nyaman dan tidak menakutkan. Ruang kelas di sekolah ini berbentuk gerbong kereta yang unik, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak kaku. Tidak ada hukuman keras, tidak ada teriakan guru, semua dilakukan dengan kelembutan. Totto-chan yang sebelumnya merasa tertekan di sekolah lamanya, kini merasa aman untuk menjadi dirinya sendiri. Kepala Sekolah Kobayashi memberikan rasa aman secara emosional, ia tidak pernah memarahi atau menghina murid-muridnya, melainkan selalu membimbing dengan sabar. Dengan adanya rasa aman ini, Totto-chan berani berekspresi, bertanya, bahkan menceritakan hal-hal yang ia sukai tanpa rasa takut. Lingkungan fisik sekolah yang nyaman juga menjadi salah satu faktor penting. Tidak seperti sekolah pada umumnya yang kaku dan tertutup, Tomoe Gakuen memberikan kebebasan kepada murid-murid untuk bermain di alam, mengeksplorasi lingkungan sekitar, dan belajar tanpa tekanan. Tomoe Gakuen adalah sekolah yang dipenuhi dengan cinta dan penerimaan. Semua murid, tanpa memandang latar belakang atau kondisi fisik, diperlakukan sama dan diterima dengan hangat. Tidak ada diskriminasi terhadap anak-anak yang memiliki keterbatasan fisik atau kebutuhan khusus. Salah satu contohnya adalah Murakami-kun, seorang anak penyandang disabilitas, yang dapat bersekolah dan bermain bersama anak-anak lain tanpa merasa berbeda. Totto-chan pun dapat berteman dengan siapa saja tanpa merasa ada perbedaan. Kepala Sekolah Kobayashi juga selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan murid-muridnya. Saat pertama kali bertemu Totto-chan, ia bersedia mendengarkan cerita Totto-chan selama berjam-jam tanpa menunjukkan rasa bosan. Sikap seperti ini membuat Totto-chan merasa dihargai, dicintai, dan menjadi bagian penting dari komunitas sekolah. Dengan adanya rasa memiliki ini, anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak takut mencoba hal-hal baru. Mereka merasa lingkungan sekolah adalah rumah kedua, tempat di mana mereka diterima dan dilindungi. Di sekolah lamanya, Totto-chan dianggap sebagai anak nakal dan tidak bisa diatur. Namun di Tomoe Gakuen, justru rasa ingin tahu dan keaktifannya dianggap sebagai hal positif yang harus diarahkan, bukan ditekan. Di sekolah ini, murid diberi kesempatan memilih pelajaran apa yang ingin mereka pelajari terlebih dahulu. Kebebasan ini bukan berarti sekolah menjadi kacau, justru sebaliknya, anak-anak menjadi lebih semangat belajar karena merasa dihargai dan dipercaya. Totto-chan yang sebelumnya minder, perlahan-lahan mulai percaya diri. Ia merasa potensinya diakui, keunikannya diterima, dan rasa percaya dirinya pun tumbuh. Kepala Sekolah Kobayashi percaya bahwa setiap anak memiliki bakat dan potensi masing-masing. Sistem pembelajaran yang fleksibel dan penuh penghargaan ini membuktikan bahwa ketika anak diberi kepercayaan, mereka akan tumbuh menjadi individu yang kreatif dan berani. Puncak dari kebutuhan manusia menurut Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu kondisi di mana seseorang dapat mengembangkan seluruh potensi dirinya secara maksimal. Di Tomoe Gakuen, Totto-chan tidak hanya belajar akademik, tetapi juga belajar mengenal alam, bermain musik, berinteraksi dengan teman, bahkan belajar nilai-nilai kehidupan seperti empati, rasa peduli, dan menghargai perbedaan. Totto-chan pun menjadi pribadi yang lebih percaya diri, mandiri, dan berani mengeksplorasi kemampuannya. Lingkungan sekolah yang suportif dan penuh kasih sayang membantunya mencapai tahap aktualisasi diri. Aktualisasi diri ini tidak hanya ditunjukkan oleh Totto-chan, tetapi juga oleh murid-murid lain di Tomoe Gakuen. Mereka belajar menjadi individu yang utuh, tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara emosional dan sosial. Melalui kisah Totto-chan, kita dapat melihat betapa pentingnya peran lingkungan sekolah dalam memenuhi kebutuhan dasar anak-anak. Sekolah yang terlalu kaku, hanya berorientasi pada nilai akademik, sering kali justru membuat anak-anak merasa tertekan, minder, bahkan kehilangan motivasi belajar.

Kisah ini juga menjadi pengingat bagi para pendidik dan orang tua bahwa setiap anak itu unik. Tidak semua anak cocok dengan sistem belajar yang seragam. Justru, perbedaan harus dihargai, potensi harus dikenali, dan kebutuhan dasar anak harus dipenuhi agar mereka tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan bahagia.

Di Indonesia sendiri, masih banyak sekolah yang menerapkan sistem yang sangat kaku, dengan aturan ketat dan fokus berlebihan pada nilai akademik. Konsep sekolah seperti Tomoe Gakuen sangat relevan untuk dijadikan inspirasi dalam memperbaiki sistem pendidikan kita.

Selain itu, teori Maslow juga dapat diterapkan dalam keluarga. Orang tua memiliki peran penting dalam menciptakan rumah yang aman, penuh cinta, dan menghargai keunikan setiap anak. Dengan demikian, anak-anak dapat tumbuh optimal, tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah. Novel Totto-chan: The Little Girl at the Window karya Tetsuko Kuroyanagi bukan sekadar kisah seorang anak kecil, tetapi juga merupakan gambaran nyata bagaimana pendidikan yang berlandaskan pendekatan humanistik dapat mengubah hidup seorang anak.

Melalui teori kebutuhan Maslow, kita dapat memahami bahwa pendidikan yang baik adalah yang mampu memenuhi kebutuhan dasar anak, mulai dari rasa aman, cinta, penghargaan, hingga mendorong mereka mencapai aktualisasi diri.

Sekolah Tomoe Gakuen dan Kepala Sekolah Kobayashi adalah contoh nyata bahwa dengan kasih sayang, penerimaan, dan penghargaan terhadap keunikan setiap anak, pendidikan bisa menjadi alat untuk membangun manusia seutuhnya, bukan sekadar mengejar angka atau prestasi.

Di tengah tantangan sistem pendidikan modern, kisah Totto-chan mengingatkan kita bahwa pendidikan sejati adalah tentang menciptakan lingkungan yang aman, penuh kasih, dan menghargai perbedaan, sehingga setiap anak dapat tumbuh, berkembang, dan menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri.

Lebih jauh lagi, kisah ini juga mengajarkan kita bahwa membentuk manusia yang berkarakter membutuhkan waktu, kesabaran, dan perhatian penuh. Baik guru maupun orang tua harus memahami bahwa pendidikan adalah proses jangka panjang yang memerlukan kesadaran akan kebutuhan dasar manusia, sebagaimana diajarkan oleh Abraham Maslow.(*)

 

 

Penulis : : muhammad koko yoroshii mahasiswa sastra jepang universitas andalas