Kunci Daya Saing Industri Sawit Nasional Ala PalmCo

Rabu, 06 Agustus 2025 - 20:23:00


/

Radarjambi.co.id-JAMBI-Holding Perkebunan PTPN III (Persero) melalui Sub Holding PTPN IV PalmCo mengungkap sejumlah tantangan serius yang dihadapi industri kelapa sawit nasional saat ini. Dalam paparan Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko Santosa pada sebuah forum industri di Yogyakarta bulan lalu, Jatmiko menyebutkan tantangan yang dihadapi serta faktor kunci penguatan industri yang diperlukan untuk menjaga daya saing dan keberlanjutan sektor sawit Indonesia.

Menurut Jatmiko, meskipun crude palm oil dari sawit masih menjadi edible oil dengan jumlah produksi dan konsumsi terbesar di dunia, namun produktivitasnya sendiri cenderung stagnan. Termasuk produksi CPO nasional sendiri.

“Jika kita lihat dalam 5 tahun terakhir, CAGR (tingkat pertumbuhan pertahun) produksi sawit kita hanya sekitar 1%. Tidak ada lonjakan signifikan. Tapi vegetable oil lain seperti soybean dan rapeseed justru mengalami kenaikan tajam dengan CAGR mencapai 3 - 6%,” kata Jatmiko.

Terlebih lagi di sisi harga, CPO yang dulu lebih murah, belakangan harganya juga di atas rapeseed.

Kondisi itu menurut Jatmiko perlu diantisipasi agar industri sawit Indonesia tetap mampu bersaing ditengah global tren yang mempengaruhinya, mulai dari macroeconomic headwinds, tensi geo politik, perubahan iklim hingga tekanan atas isu keberlanjutan.

“Kita sering sesumbar CPO paling produktif dengan harga paling kompetitif. Saat ini kondisinya mulai berbeda. Jika terlena, kita akan tergilas,” ujarnya.

Untuk itu, menurutnya ada beberapa penguatan yang dapat dijalankan oleh pelaku industri agar sawit Indonesia di masa BANI ini. Yang pertama ketersediaan bibit sawit unggul bagi petani rakyat yang sejatinya memegang porsi terbesar pada komposisi luasan kebun Indonesia.

“Saat ini produksi bibit sawit bersertifikat dari 20 produsen benih resmi yang ada mencapai 4,1 juta stut. Untuk kecambah, produksinya menyentuh 241 juta. Dari sisi jumlah sudah memenuhi estimasi 2025 di angka 151 juta. Namun tantangannya ada pada keunggulan varietas sehingga didapatkan bibit dengan produktivitas yang mumpuni,” terangnya.

Di PalmCo sendiri, melalui unit usaha PPKS yang berada dibawah PT RPN yang merupakan anak perusahaannya, merupakan pioneer serta produsen bibit sawit terbesar di Indonesia saat ini.

“Dari total 4,1 juta stut bibit sawit tersebut, 77 persen atau 3,2 jutanya diproduksi PPKS. Harapannya kita mampu terus memenuhi kebutuhan bibit unggul baik untuk areal replanting maupun areal baru yang diproyeksikan meningkat dari tahun ke tahun,” tambah Jatmiko lagi.

Selanjutnya penguatan berikutnya adalah di peremajaan sawit rakyat. Disampaikannya, PSR menjadi solusi utama atas rendahnya produktivitas CPO petani yang berada dikisaran 2-3 ton CPO/Ha/Tahun.

“Sejak digulirkan di 2017 lalu, realisasi PSR Indonesia tertinggi hanya di 51% setahun dengan target 180 ribu Ha. Itu di 2020 lalu. Bahkan untuk 2024, targetnya turun ke 120 ribu Ha dengan realisasi hanya 18 ribu Ha,”

Oleh karenanya, menurut Jatmiko setidaknya diperlukan beberapa hal yang akan berdampak pada percepatan PSR yang diharapkan.

“Relaksasi syarat, penyelesaian sawit dalam kawasan, dan jaminan penyaluran bibit unggul. Tiga hal ini sangat penting untuk mengakselerasi PSR kita,” tukasnya.

Sementara itu di PTPN IV PalmCo sendiri, tercatat hingga semester satu tahun ini, telah berhasil membantu penerbitan rekomendasi teknis yang dibutuhkan petani dalam PSR mencapai 11 ribu Ha.

“Target kita hingga Desember nanti, 22 ribu Ha kebun petani mitra dapat mengikuti PSR. Harapannya sampai dengan 2029 bisa membantu peremajaan 86 ribu Ha kebun sawit rakyat,” ungkap Jatmiko.

Peningkatan produktivitas CPO nasional ini sendiri juga semakin signifikan dengan kebutuhan mandatory B35 bahkan B50 di tahun 2027 nanti.

“Pemerintah sudah mencanangkan kebijakan biodiesel dan kemandirian energi. B35 butuh 13,41 juta kilo liter biodiesel, B50 itu bisa sampai 2,11 juta kilo liter. Maka butuh tambahan alokasi 6,7 juta kilo liter biodiesel atau setara dengan 7,2 juta ton CPO. Ini kita harapkan tidak sampai mengganggu kebutuhan CPO untuk pangan. Maka sekali lagi, peningkatan produksi CPO nasional adalah keharusan,” pungkasnya.

Terakhir menurut mantan Direktur Utama PTPN V dan Direktur Keuangan PTPN III (Persero) itu, yang menjadi kunci penguatan industri sawit nasional adalah komitmen perusahaan terhadap prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).

“Penerapan ESG menjadi jawaban terbaik untuk isu-isu dan pressure keberlanjutan yang terus menyertai industri ini,” ucap Jatmiko.

Dengan semua faktor penguat tersebut, Jatmiko meyakini pihaknya memegang porsi tersendiri dalam membangun sawit Indonesia ditengah gempuran global tersebut. Apalagi dengan porsi luasan PalmCo yang menjadi salah satu perusahaan dengan areal perkebunan sawit terluas di dunia yang mencapai 618 ribu Ha areal tertanam.

“Tidak bisa sendiri. Seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, perusahaan, hingga petani harus berkolaborasi, mengedepankan inovasi dan digitalisasi, sehingga kita mampu bersama-sama membangun industri sawit nasional yang menjadi anugerah bagi bangsa ini,” tutupnya.(*)