RADARJAMBI.CO.ID, KOTA JAMBI -Para pendahulu dan pendiri bangsa berjuang mati-matian untuk mempertahankan NKRI dengan mengorbankan harta, keluarga dan nyawa demi NKRI, dan sebagai generasi penerus bangsa memiliki kewajiban, untuk menjaga keutuhan NKRI karena NKRI itu, adalah harga mati bagi bangsa Indonesia, namun hal ini tidak terlepas dari ancaman terhadap keutuhan NKRI dan keutuhan kehidupan berbangsa yakni radikalisme, separtisme, dan terorisme, namun pada dasarnya berpangkal pada radikalisme, yaitu suatu paham yang inigin melakukan perubahan melalui tindakan ekstrim dan drastis.
Hal itu yang disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jambi, Prof Rozali Abdullah, dalam sebuah acara diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Diskusi Jambi. Dalam kesempatan tersebut ia juga memamparkan tentang faktor penyebab munculnya radikalisme, seperti kemiskinan/ketertinggalan. Dimana ditengah kondisi ekonomi yang tak menentu dan kebutuhan semakin dibutuhkan, maka dengan cara ini orang bisa melakukan sikap yang radikal dengan menggunakan kekerasan untuk mendapatkan apa yang ingin menjadi keinginannya seperti aksi begal, perampokan, aksi main hakim sendiri, dan aksi kekerasannnya lainnya.
Hal ini juga tidak terlepas dari ketidakadilan dan lemahnya penegakan hokum yang kemudian membuat orang atau kelompok melakukan perbuatan melawan hokum seperti aksi terorisme dan separatisme untuk mendirikan Negara dalam negara, ditambah adanya sikap fanatik terhadap agama, sehingga membuat orang lain menjadi rugi seperti kasus Rohingya di Myanmar.
Upaya yang dilakukan untuk menangkal paham ini, maka yang dilakukan adalah memperkuat pertahanan diri dengan cara mehamami agama dengan benar dan totalitas, dengan membutuhkan pernan tokoh-tokoh agama. Memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila, melalui pendidikan formal maupun informal, serta memahami dan mengamalkan nilai-nilai kearifan lokal atau adat istiadat, sebagai benteng menghadapi paham radikal yang berlawanan dengan nilai agama, nilai sosial, dan nilai budaya, yang harus dimulai dari diri sendiri, lingkungan keluarga, masyarakat, dan elemen masyarakat lainnya.
Selain itu juga diperlukan alat pemersatu yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Sumpah pemuda sebagai landasan juga sebagai warga masyarakat, dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari.
"Dengan demikian paham radikal ini bisa dicegah dan diantisipasi dengan melibatkan komponen masyarakat, apalagi di tengah era globalisasi dengan mudahnya memperoleh informasi tanpa melakukan penjaringan terhadap informasi, sehingga dengan mudahnya orang/kelompok memprovokasi orang untuk melakukan aksi kekerasan dan aksi kejahatan," sebut Rozali.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Muhammadiyah Provinsi Jambi, H Fahmi Rizal Gadin, mengatakan bahwa perkembangan teknologi yang semakin canggih dan perubahan zaman sudah sangat membawa perubahan sosial di tengah kehidupan masyarakat di seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia.
"Hal ini disebabkan semakin banyak paham dan aliran dengan mengatasnamakan agama, etnis, dan budaya sehingga muncul berbagai kategori yakni adalah Islam liberal, moderat, dan fundamendalis," jelasnya.
Di Indonesia sendiri, kata dia, ada enam agama dan ratusan etnis dan suku yang tersebar termasuk di Jambi sendiri beraneka ragam, namun persoalan agama dan etnis, selalu menjadi alat untuk melakukan tindakan kekerasan, seperti kasus Rohingya, kemudian kasus di Ambon dan masih banyak lagi kasus yang mengatasnamakan agama termasuk ISIS yang sudah meresahkan masyarakat, di tambah dengan tontonan dan pemberitaan tentang ISIS membuat kelompok radikal ini semakin merajalela saja, dan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. (tia)
KPU Gelar Debat Publik Kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Merangin