RADARJAMBI.CO.ID, JAKARTA- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Harjono menegaskan bahwa kode etik penyelenggara pemilu dibentuk untuk orang baik. Hal tersebut diungkapkan dalam wawancara bersama Majalah Gatra, yang bertempat di ruang kerjanya, Selasa (18/7).
“Kode etik ditujukan kepada orang baik yang ingin menyelenggarakan dengan betul. Kode etik tidak dibuat untuk orang yang memang nakal. Jika ditujukan kepada orang nakal, jangankan kode etik, hukum pun akan dilanggar,†tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, ketua DKPP juga berharap KPU dan Bawaslu dapat mencantumkan kriteria tertentu dalam rekrutmen untuk dapat memunculkan orang baik sebagai penyelenggara pemilu. Selain itu, terhadap sistem demokrasi yang digunakan saat ini, Harjono menilai bahwa demokrasi tidak perlu ditinggalkan.
Menurutnya, yang perlu dilakukan adalah evaluasi untuk perbaikan. Lebih jauh dijelaskan bahwa demokrasi yang ditegakkan di Indonesia memiliki perbedaan dengan demokrasi liberal, sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila ke empat.
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Jadi, kerakyatan kita ini tujuannya adalah untuk mengambil kebijaksanaan, yang diambil dalam forum musyawarah. Sehingga nampak perbedaan antara demokrasi liberal dengan demokrasi kita adalah pada demokrasi subtantif ini,†ujarnya.
“Yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan artinya demokrasi kita bukan demokrasi majority. Demokrasi kita adalah hikmat kebijaksanaan yang ditelurkan dalam permusyawaratan perwakilan. Perwakilan dan kebijaksanaan, disinilah perbedaan demokrasi kita dengan demokrasi liberal,†tegasnya. (dkpp.go.id)
Editor: Gustav
Diterpa Isu Miring, Al Haris: Saya Enjoy Saja Warga Merangin Sudah Cerdas
Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Satgas PASTI Lakukan Soft Launching Indonesia Anti-Scam Centre