Radarjambi.co.id - SAROLANGUN - Dinamika politik menuju helatan pesta demokrasi Pemilu Calon Anggota DPRD Kabupaten Sarolangun 17 April 2019 masih muncul di negeri Sepucuk Adat Serumpub Pseko Kabupaten Sarolangun. Hal ini tentu saja menimbulkan asumsi dan logika politik yang berbeda di tengah masyarakat, pasca keputusan KPU yang mencoret 7 calon anggota DPRD, yakni H Muhammad Syaihu, Cik Marleni, Aang Purnama, Azakil Azmi, Hapis, Jannatul Pirdaus dan Mulyadi, selain itu disertai dengan keputusan Bawaslu Sarolangun yang menolak gugatan ketujuh Caleg serta koreksi Bawaslu RI juga menolak permohonan 7 Caleg.
Pakar Hukum Tata Negara Provinsi Jambi, Prof Dr Bahder Johan Nasution SH MH saat dikonfirmasi via ponsel Minggu (31/3), sore melontarkan, bahwa 7 Caleg ini sedang menjalankan proses di PTUN untuk membatalkan pencoretan. Terkait dengan persoalan sosialisai 7 Caleg tidak masalah, artinya mereka masih mempunyai upaya hukum.
“Mereka (Tujuh Caleg Red) sudah dicoret dari DCT tapi masih menjalani upaya hukum untuk memperjuangkan pencoretan itu dihapus di PTUN Jambi,”sebutnya.
Menurut Prof Dr Bahder Johan Nasution, sidang PTUN akan menilai proses administrasi menyangkut dengan prosedur yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu. Hal ini akan mengundang resiko untuk KPU, Bawaslu dan 7 Caleg.
“Akibat dari putusan PTUN nanti, tentu saja akan beresiko, artinya apakah keputusan KPU dan Bawaslu sudah benar atau tidak, ini akan diuji di PTUN, sebaliknya beresiko terhadap 7 Caleg, tapi tergantung putusan dari PTUN,”ucapnya.
Diterangkannya, sebetulnya gugurnya pencalonan 7 Caleg dinilai salah, sebab gugur itu disebabkan tiga hal, yakni hak politiknya dicabut oleh Pengadilan dalam perkara lain, tidak lagi memenuhi persyaratan pokok misalkan gila yang berdasarkan keterangan RS jiwa dan pemalsuan dokumen yang bisa dibuktikan, kecuali permintaan sendiri dan meninggal itu bisa di coret.
“Kalau pencoretan main tafsir itu keliru akhirnya ribut, karena tidak ada persoalan apa-apa tapi dibuat menjadi persoalan, kalau ada urusan politik disana itu adalah urusan orang yang berpolitik,”tambahnya.
Selain itu, dipaparkan Prof Dr Bahder Johan Nasution, sedikit saja persoalannya, bahwa KPU Sarolangun tidak bisa membedakan posisi antara DPRD dengan orang yang mencalonkan, itu adalah dua hal yang berbeda.
“Jadi begini, mereka yang mencalonkan diri dari partai lain bukanlah partai yang mengusung mereka ke DPRD, itu kan sudah selesai, dan sudah ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT), artinya semua persyaratan sudah terpenuhi kemudian waktu diumumkan DCS tidak ada gugatan dari pihakl lain segala macam, sehingga lolos, maknya mereka masuk DCT,”tukasnya
Sementara itu, kata Prof Dr Bahder Johan Nasution, datangnya surat gubernur Jambi dan inkrahnya putusan PTUN tentang gugatan 7 Caleg diterima lalu aktif dan duduk sebagai anggota dewan, maka dari KPU hal tersebut menganggap tidak mengundurikan diri.
“Ini namanya KPU tidak pandai menafsirkan, seseorang yang sudah menjadi anggota DPRD bukan lagi sebagai mewakili partai politik, tapi wakil rakyat ini persoalan perwakilan konsep perwakilan sudah beralih dari partai politik menjadi wakil rakyat, artinya rakyat mau mengajukan aspirasi boleh kepada bersangkutan , tidak perlu harus melalui fraksinya lagi, gunanya fraksi untuk memudahkan koordinasi dan hanya untuk mempermudahkan penyaluran aspirasi, pencalonan 7 Caleg sudah final dalam DCT,”tuturnya
Terpisah, Kuasa hukum 5 Caleg, H Muhhamad Syaihu, Azakil Azmi, Mulyadi, Hapis, Jannatul Pirdaus , yakni Fauzan Budi Saroko SH saat dimintai keterangan mengatakan, kelima Caleg ini resmi memasuki berkas gugatan PTUN) Jambi, dengan objek gugatan SK KPU Sarolangun nomor 45 yang mencoret kelima caleg ini dari DCT Pemilu Calon Anggota 17 April 2019.
“Terkait dengan status klaiennya kelima Caleg yang dicoret dari DCT Pemilu DPRD, secara logika hukum masih sah sebagai Caleg dan masih masuk dalam DCT Pemilu 2019. Alasanya terang M Fauzan, karena secara undang-undang jika surat tersebut masih diperkarakan dan belum memiliki kekuatan hukum tetap atau Inkrah, maka secara otomatis surat pencoretan itu belum bisa diberlakukan,”sebutnya.
Menurutnya, terhadap keputusan KPU Sarolangun dan Banwaslu Sarolangun memang final tapi belum mengikat dan terhadap putusan itu pihak yang dicoret jika keberatan masih bisa mengugat ke PTUN. Ini juga diatur didalam undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017 pasal 469, 470 dan 471 yang memberikan kesempatan kepada Caleg yang keberatan untuk melakukan upaya hukum.
Jika di Banwslu kalah upaya hukumnya koreksi ke Banwaslu RI dan disana juga kalah di undang-undang mengatur para caleg yang keberatan masih ada upaya hukum ke PTUN paling lama lima hari sejak diputuskan.
“Terhadap SK KPU nomor 45 itu sampai saat ini masih diperkarakan dan belum memiliki kekuatan hukum tetap dan sampai ada kekuatan hukum tetap sebagaimana upaya hukum yang digunakan oleh kelima caleg ini ke PTUN Jambi, maka SK KPU nomor 45 yang mencoret kelima caleg ini saat ini belum bisa diberlakukan. Artinya kelima caleg ini masih sah masuk DCT sampai ada putusan PTUN. Kendati sampai tanggal 17 April nanti belum juga ada putusan PTUN kelima Caleg ini juga masih sah masuk DCT karena upaya hukum di PTUN selama 21 hari kedepan.”bebernya.
Ditempat terpisah Ketua Banwaslu Sarolangun Edi Martono dikonfirmasikan, disinggung dengan adanya upaya hukum kelima Caleg ini juga mengakui mekanisme mengajukan keberatan dalam sengketa Pemilu yang dilakukan oleh Kelima Caleg ini sudah benar dan sudah melalui mekanisme seperti menggugat ke Banwaslu Kabupaten dan Koreksi ke Banwaslu RI dan setelah itu ada upaya hukum ke PTUN yang diatur undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017.
“Mereka tidak bisa langsung ke PTUN jika tidak melalui mekanisme seperti koreksi ke Banwaslu RI.”terang Edi Martono.
Diakuinya, memang keputusan Banwaslu sudah final tetapi belum mengikat karena ada upaya hukum yang sudah ditentukan jika masih keberatan dan tidak terima dengan keputusan.
“Kalau Putusan Banwslu sifatnya final tetapi belum mengikat dan keputusan yang pinal dan Mengikat itu di PTUN,”terangnya Edi Martono.
Terkait dengan Caleg ini yang masih tetap sosialisasi ditengah masyarakat Edi akui itu hak mereka karena putusan pencalekan dicoret dari DCT yang masih ada upaya hukum dan belum ada kekuatan hukum tetap.
“Kalau menang di PTUN hak memilih dan dipilih mereka sah. Kalau mereka masih sosialisasi itu tidak bisa dilarang karena keputusan terkait mereka belum final dan mengikat. Kalau sudah final dan mengikat baru habis itulah putusan di PTUN nantinya,”pungkas Edi.
Reporter : C. Rangkuti
Editor : Ansori
Puluhan Pohon Akan Dipangkas Pasca Hujan Lebat dan Angin Kencang
Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Satgas PASTI Lakukan Soft Launching Indonesia Anti-Scam Centre