radarjambi.co.id-JAMBI-Ratusan perwakilan masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) dan petani Jambi akan melakukan aksi jalan kaki dari Jambi menuju Jakarta.
Aksi tersebut akan melintasi puluhan Kota/Kabupaten di sepanjang Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Provinsi Banten Provinsi Tangerang, dan DKI Jakarta.
Aksi jalan kaki (long-march) ini akan dimulai dari depan kantor gubernur provinsi Jambi dan akan berakhir di Gedung Istana Merdeka Jakarta.
Aksi SAD dan petani Jambi ini merupakan satu contoh kecil dari banyaknya konflik agraria di Provinsi Jambi.
"Konflik agraria yang dialami oleh masyarakat SAD sudah berlangsung selama 33 tahun dengan PT. Bangun Desa Utama (BDU) yang berubah menjadi PT. asiatic Persada, PT. Agro Mandiri Semesta dan sekarang menjadi PT. Berkat Sawit Utama sejak tahun 1986, tetapi tak kunjung selesai," ungkap Koordinator Lapangan, Amirudin Todak.
Menurut Amirudin, berbagai jalan sudah ditempuh oleh SAD dan petani untuk mengusahakan penyelesaian konflik tersebut, mulai dari negosiasi, aksi massa, hingga akhir pendudukan.
Surat-surat dan berita acara kesepakatan sudah ratusan kali dilakukan seperti pada tanggal 29 Maret 2016, Menteri Agraria dan tata ruang/ Kepala Badan Pertahanan Nasional mengeluarkan surat instruksi nomor 1373/0201/IIII/2016, perihal penyelesaian masalah Suku Anak Dalam 113 di Jambi, yang mengacu pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertahanan Nasional nomor 9 tahin 2015 tentang tata cara penetapan hak komunal atas tanah masyarakat hukum adat dan masyarakat yamg berada dalam kawasan tertentu.
Dengan prinsip langkah-langkah penyelesaian sebagai berikut:
Pengukuran areal SAD 113 seluas 3.550 Ha yang berada di kawasan HGU PT. asiatic dengan menggunakan drone/peralatan teknologi lainnya.
Penetapan subyek dan obyek dengan menverifikasi dan mendaftar masyarakat SAD dalam areal.
Proses sertifikat tanahnya melalui redistribusi tanah.
Penyelesaian masalah tersebut sudah harus selesai pada september 2016.
"Akan tetapi sampai hari ini belum ada finalisasi penyelesaian konflik Suku Anak Dalam dengan PT. Berkat Sawit Utama /PT. Asiatic Persada tersebut. Dalam konteks ini Pemerintah gagal memulihkan hak dan martabat Suku Anak Dalam dan petani Jambi yang dirampas puluhan tahun," beber Amirudin.
Kata Amirudin, banyak pihak berasumsi bahwa konflik tersebut sudah selesai dengan kompensasi kemitraan areal seluas 2000 Ha hektar yang berada di luar HGU PT.Asiatic Persada, kompensasi 2000 Ha tersebut berada di areal PT. Maju Perkasa sawit dan PT. Jamer Tulen yang izin lokasi yang telah berakhir pada tahun 2015 dan PT. Maju Perkasa Sawit dan PT. Jamer Tulen juga sudah bertahun-tahun berkonflik dengan Petani Lokal di Desa Bungku.
"Praktek liberalisasi agraria ini sama sekali tidak memberi dampak positif bagi masyarakat sebaliknya agraria sepanjang tahun 1980 sampai 2019 berakibat naiknya persentase kemiskinan nasional, ketimpangan sosial, konflik tenurial dan degradasi hutan.
Kebijakan liberalisasi agraria itu jelas bertolak belakang dengan semangat konstitusi kita: pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air kekayaan yang terkandung didalamnya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," ucap Amirudin.
Amirudin juga menyampaikan, SAD dan Petani jambi berharap, Presiden Joko Widodo bisa menuntaskan persoalan konflik agraria ini. Apalagi, bapak Presiden Jokowi berjanji akan menyelesaikan konflik agraria di Indonesia.
"Sengketa-sengketa serupa itu tak hanya terjadi di satu-dua tempat, namun tersebar dibanyak wilayah. Saya minta segera diselesaikan secepatnya, dituntaskan agar rakyat memiliki kepastian hukum, ada rasa keadilan," pungkas Amirudin.
Untuk diketahui, kurang lebih 200 KK SAD dan Petani yang berasal dari Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari dari 27 Agustus 2019 sudah berada di Pondopo dan menginap. (rvi)
Editor : Ansory S
APAR Yang Dimiliki Perusahaan Banyak Ditemukan Tidak Sesuai Standar
Polres Tebo Gelar Apel Operasi Lilin 2024, Siap Amankan Nataru