radarjambi.co.id-JAKARTA - Melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia pasca-libur lebaran diduga akibat varian Delta mutasi India, membuat kasus penularan terjadi begitu cepat.
Satgas Covid-19 mencatat kasus konfirmasi positif secara nasional bertambah 14.536 pada Senin (21/6).
Total kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 2.004.445 kasus. Dari angka tersebut, 12,5 persen yang terinfeksi Covid 19 adalah usia anak.
Adapun angka kematian anak akibat covid-19 di Indonesia sudah tertinggi di dunia yaitu 3-5 persen, di mana 8 kasus yang positif covid di Indonesia, 1 adalah usia anak.
Melonjaknya kasus seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk segera menghentikan uji coba Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sejumlah daerah yang positivity ratenya di atas 5 persen.
Penghentian harus segera dilakukan agar jumlah anak yang berpotensi terinfeksi covid-19 dapat ditekan, termasuk pendidik (guru) wajib juga dilindungi dari penularan Covid-19.
“Jika kasus terus melonjak dan sulit dikendalikan, maka pemerintah daerah wajib menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021, mengingat kasus sangat tinggi dan positivity rate di sejumlah daerah di atas 5 persen, bahkan ada yang mencapai 17 persen. Kondisi ini sangat tidak aman untuk buka sekolah tatap muka,” ujar Sekjen FSGI Heru Purnomo di Jakarta, Selasa (22/6).
Wakil Sekjen FSGI Mansur menambahkan untuk wilayah dengan Positivity rate di bawah 5 persen, Pemda dapat membuka sekolah apabila mereka memiliki mekanisme kontrol yang langsung ke sekolah.
Menurut Mansur, data faktual tentang kesiapan sekolah harus tersedia dengan benar. Data lokasi/zona sekolah dan kondisi geografis lingkungan sekolah diperoleh, barulah pemerintah dapat memberikan izin sekolah untuk sekolah tatap muka terbatas (bisa uji coba 25 persen atau 50 persen).
“Selama pelaksanaan uji coba itulah dilakukan pemantauan langsung untuk dapat melanjutkan PTM atau tidak,” kata Mansur. Rekomendasi Menanggapi lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah daerah menyampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
Pertama, mendorong pemerintah menuntaskan program vaksinasi bagi seluruh guru dan dosen. Sebab sebagai kelompok prioritas vaksin, ternyata banyak pendidik yang belum mendapatkan kesempatan divaksin.
“Ada yang belum ada kesempatan, namun ada juga kelompok guru yang tidak bisa divaksin karena alasan medis (misalnya sedang hamil, sedang menjalani pengobotan kanker, dan lain-lain).
Namun ada juga yang tidak mau (menolak) divaksin karena khawatir efek dari vaksin.
Kedua, FSGI mendorong Dinas Kesehatan daerah dengan Dinas Pendidikan untuk bekerja sama menyosialisasikan manfaat vaksin di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan, terutama untuk kelompok yang tidak mau (menolak) divaksin. Ketiga, FSGI mendorong Satgas Covid Daerah dapat bertindak tegas untuk menghentikan PTM, termasuk uji coba PTM di daerahnya ketika Positivity Rate di atas 5 Persen.
Namun, kebijakan PTM tidak perlu diseragamkan. Misalnya, untuk daerah-daerah dengan positivity ratenya di bawah 5 persen, FSGI mendorong sekolah tatap muka bisa dibuka dengan pemberlakuan prokes/SOP yang ketat.
Keempat, FSGI mendorong pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai Konvensi Hak Anak (KHA) harus mengutamakan hak hidup nomor satu, hak sehat nomor dua, dan hak pendidikan nomor tiga.
“Kalau anaknya masih sehat dan hidup maka ketertinggalan materi pelajaran masih bisa diberikan nantinya ketika pandemi terkendali. Selain peserta didik, Pemerintah juga wajib melindungi pendidik dan tenaga kependidikan di masa pandemic,” kata Heru.(fri/jpnn)
Sumber : jpnn
Pj. Gubernur : Kritik dan Saran DPRD sebagai Evaluasi Perbaikan Kinerja Pemprov Jambi
Bupati Hadiri Verifikasi Lapangan Hybrid KLA Tanjabbarat Secara Virtual
Hasbi Resmi menjadi Anggota DPRD Tanjabbar Menggantikan Alm Syaifudin
Wabup Cek Fasilitas Ruang Isolasi Pasien Covid-19 di Balai Adat Kualatungkal
Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Satgas PASTI Lakukan Soft Launching Indonesia Anti-Scam Centre