Menyelaraskan Nilai Intelektual dan Kepekaan Sosial

Kamis, 08 Juli 2021 - 20:51:53


Lutvia Nuraini
Lutvia Nuraini /

Pendidikan adalah usaha sadar dan tersistematis untuk mewujudkan lingkungan pembelajaran yang aktif dan wadah dalam mengembangkan potensi diri.

Potensi yang yang harus dimiliki meliputi : spiritual, budi pekerti, kecerdasan, moral dan keterampilan yang nantinya akan diimplementasikan ke masyarakat dan negara. Sesuai yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3. Pendidikan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa dan negara.

Mengutip dari DPR RI H. Bambang Soesatyo, S.E., M.B.A. "Perguruan tinggi merupakan tempat menggelorakan semangat kuat untuk mengembangkan jati diri calon pemimpin bangsa dan menimba ilmu pengetahuan.

Seperti yang ditegaskan dalam Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi, fungsi dan peran perguruan tinggi sebagai wadah pembelajaran mahasiswa dan masyarakat, wadah pendidikan calon pemimpin bangsa, pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pusat kekuatan moral, dan seba gai pusat pengembangan peradaban bangsa."

Mahasiswa adalah sekelompok orang dalam tahap belajar dalam bidang tertentu, dan nantinya setelah selesai di bangku perkuliahan akan menjadi generasi penerus bagi negeri.

Setiap generasi memiliki peran, kita sebagai mahasiswa dituntut mampu mengontrol keadaan negara dan tak sekadar mengkritisi keadaan, namun mampu memberikan kontribusi yang nyata untuk perubahan (agent of social control).

Lalu wadah seperti apakah yang mampu sebagai awal belajar berkontribusi? Banyak hal yang bisa dilakukan oleh mahasiswa salah satunya dengan aktifnya di berbagai  kegiatan ekstra maupun intra kampus.

Mengimplementasi kan ilmu demokrasi di ranah kampus, memiliki skill di bidang akademik maupun nonakademik, kritis dalam segala hal, tidak apatis terhadap kondisi di negeri ini, serta mampu memfilter berbagai informasi yang di dapatkan dan memastikan kebenarannya.

Sebagai kaum terpelajar kita tak hanya berpangku tangan dan menyerahkan begitu saja kewenangan kepada pemimpin yang melakukan penyelewangan.

Bahkan banyak hal yang tak seharusnya terjadi atau bahkan tersahkan suatu kebijakan yang kontra terhadap masyarakyat. Kesenjangan sosial di masyarakat memunculkan banyak permasalahan dan kurang adanya wadah problem solve.

Untuk itu mahasiswa dianggap oleh masyarakat mampu menjadi wadah aspirasi untuk menindaklanjuti keadaan negara yang tak terkondisikan. Perlu adanya pemikiran yang harus diluruskan dalam ber demontrasi.

Karena demonstrasi tak selalu berkonotasi aksi vandalisme atau kekerasan. Kegiatan demonstarsi mampu mendorong percepatan demokrasi di Indonesia dan menyampaikan aspirasi masyarakat.

Di sinilah sumbangsih mahasiswa sebagai wadah aspirasi masyarakat.  Kesimpulan dalam opini, bahwa kepintaran seseorang  tak menjamin dia memiliki rasa kepekaan sosial yang tinggi.

Tak sedikit dari kita, menyematkan nama mahasiswa yang digadang-gadang dengan banyaknya prestasi yang ditorehkan untuk negara maupun universitas.

Padahal ini tidak menjadi tolak ukur sepenuhnya untuk mahasiswa itu berkontribusi, walaupun itu sangat berpengaruh.

Namun disayangkan jika sebagai mahasiswa kita hanya mengandalkan intelligence Quotient ( IQ ) yang tinggi namun rendah dalam hal sosial.

Bukankah kasus dalam negeri ini banyak menjerat kaum intelektual, padahal mereka sendiri menguasai teori namun tak mampu merealisasikannya dalam kehidupannya.

Untuk itu mahasiswa perlu memiliki tiga dasar dalam diri untuk membentengi dari arus yang mampu mengombang-ambingkan  pendirian. Dengan memiliki nilai religi, intelektual, dan humanitas.

Ketika nilai itu tertanam dalam diri dan jiwa seorang mahasiswa. Bisa dikatakan kita sudah berusaha berkontribusi terhadap negara  melalui sikap sigap kita dan jika ada permasalahan yang terjadi, kita mampu memberikan solusi terhadap diri kita sendiri dan bahkan menjadi wadah problem solve bagi orang lain.

Hakikatnya tantangan seorang mahasiswa sebagai kaum terpelajar adalah memadukan antara nilai intelektual dengan kepekaan sosial (humanitas) tanpa meninggalkan nilai spiritual (religi). 

Hal ini masih berkesinambungan dan mampu menjadi awal kontribusi mahasiswa terhadap diri yang diberikan kepada negeri dengan menciptakan mahasiswa yang bermartabat terhadap tanggung jawabnya. (***) 

 

 

Penulis  :Lutvia Nuraini mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta