Pagi itu seperti biasa Ulan dan Maya berdiri di depan etalase untuk melayani pembeli. Keduanya merupakan kakak adik yang merantau ke kota demi mengubah nasib dan mewujudkan impian untuk menjadi sarjana.
Akan tetapi semua itu tidak sesuai dengan ekspektasi mereka yang berharap bahwa hidup di kota itu enak, sehinga mereka bisa mendapatkan uang dengan mudah.
Padahal kenyataannya mereka harus bersusah payah mencari kesana kemari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka, Hingga akhirnya nasib membawa mereka bekerja sebagai penjual nasi padang.
Mereka tak sedikitpun malu akan pekerjaan yang sedang dijalani saat ini dan sudah hampir 2 tahun menetap menjadi pelayan di warung tersebut.
Suatu malam, Ulan merasa dirinya agak meriang, saat sedang merintih merasakan badannya yang semakin panas. Tiba-tiba Maya datang memeluk Ulan dan Berkata,
“Badanmu Panas sekali, istirahatlah dan minum obat.” Lalu, akhirnya maya menelepon pemilik warung untuk membicarakan keadaan adiknya itu.
Kekhawatiran Maya akan kondisi adiknya itu akhirnya direspon baik oleh pemilik warung.
Ulan pun dibawa ke rumah sakit. Setelah pemeriksaan ternyata Ulan mengalami tumor otak stadium 3.
Seketika ruangan itu pecah akan tangisan Maya yang sama sekali tak mengira bahwa adiknya mengidap penyakit ganas. Selama ini Maya mengira bahwa obat yang kerap kali diminum oleh adiknya itu hanya obat biasa.
Maya bingung kemana harus mencari biaya pengobatan adiknya itu, sedangkan ia berniat tahun ini untuk melanjutkan pendidikan S1 di perguruan tinggi yang telah lama Maya idamkan.
Uang tabungannya pun terpaksa harus ia gunakan untuk biaya adiknya. Maya termenung sambil menatap adiknya yang terbaring lemah tidak berdaya.
Kondisi Ulan sama sekali tidak diketahui oleh orang tua mereka, Maya takut hal ini justru malah membuat sedih dan tidak mau sampai membebani pikiran orang tua mereka di kampung, itulah sebabnya Maya memilih untuk tidak memberi tahu keadaan Ulan sekarang.
2 minggu sudah Ulan dirawat, keadaan rambutnya mulai sedikit demi sedikit berguguran bahkan sebagian kepalanya sudah mulai gundul.
Maya selalu meneteskan air mata akan tetapi semua itu ia sembunyikan dalam senyuman yang selalu ia berikan acap kali melihat kondisi Ulan adik kesayangannya itu.
Tak lama Ulan bicara kepada Maya “kak, aku nanti bakal bahagia. Aku nanti bertemu dengan nenek.” Maya sama sekali tak terlalu menghiraukan apa yang dikatakan oleh adiknya itu. Maya hanya menjawab “iya Ulan nanti kamu sehat, kita kembali ke rumah ya.”
Setelah menjenguk keadaan adiknya dan memastikan dia baik-baik saja maya berpamitan untuk pergi bekerja dan menitipkan ulan kepada suster yang menjaganya.
Sebenarnya Maya tidak sanggup bila harus meninggalkan adiknya dalam kondisi seperti itu, akan tetapi jika tidak bekerja harus dengan apa ia membayar biaya rawat jalan yang dirasa sangat lumayan besar.
Maya melakukan pekerjaan seperti biasanya hanya saja tidak ada Ulan disampingnya yang biasa selalu membantu pekerjaannya.
Pertanyaan demi pertanyaan mulai berdatangan dari para pelanggan setia mereka.
Karena sosok Ulan ini memang dikenal sebagai anak yang ceria dan selalu memberi gelak tawa, itulah mengapa ketidakhadiran dirinya membuat orang bertanya-tanya.
Maya menjawab pertanyaan itu dengan sangat berat dan tak sadar bahkan dia sampai meneteskan air mata dan meminta doa untuk kesembuhan adiknya itu.
Ketika hendak pulang bekerja Maya teringat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun adiknya.
Ia pun segera bergegas membelikan kue dan hadiah kecil berupa kalung dengan liontin lumba-lumba yang telah lama Ulan inginkan.
Ada rasa bahagia dari dalam diri Maya karena ia bisa membelikan kue dan hadiah untuk Ulan. Ia pun tak sabar untuk memberikannya kepada Ulan.
Sesampainya di rumah sakit alangkah terkejutnya Maya melihat ruangan Ulan dipenuhi dengan dokter yang sedang menanganinya. Pikiran Maya kacau dan tak siap akan segala kemungkianan yang akan terjadi tangispun pecah.
Dokter pun tak lama keluar dan mengajak Maya ke ruangannya untuk membicarakan kondisi yang sebenarnya pada Ulan.
Dokter mengatakan penyakit yang diderita Ulan sebenarnya sudah di tahap akhir, artinya tidak ada lagi harapan Ulan untuk hidup dan semua ini ialah permintaan Ulan untuk tidak memberi tahu kepada kakaknya itu karena ia takut kakaknya tidak siap karena kepergiannya.
Maya segera menemui adiknya, dibalik kesedihan yang ia sembunyikan dia berusaha tetap tegar dan tersenyum dihadapan adiknya dan merayakan ulang tahun adiknya itu walupun kondisinya masih dalam keadaan tidak sadar.
Kalung yang ia beli juga tak lupa Maya kalungkan, tiupan lilin pertama ia balut dengan harapan sebuah mukjizat datang kepada adiknya itu sehingga bisa melihat gelak tawa yang biasa selalu terpancar di keseharian mereka.
Jari jemari ulan seketika bergerak dan perlahan membuka mata sembari berkata “ kak terima kasih, nanti jangan lupa baca suratku ya.” Ujar Ulan dengan terbata-bata.
Tak lama Ulan menutup mata dan terlihat alat detak jantung nya pun juga berhenti. Maya tak sanggup menerima kenyataan ini dimana hari yang seharusnya menjadi hari istimewa adiknya akan tetapi malah justru sebagai hari kepergian.
Setelah kepergian adiknya Maya memutuskan untuk kembali dan menetap bersama kedua orang tuanya dikampung.
Tiba-tiba dia teringat akan pesan Ulan untuk membaca surat sang adik, betapa terharunya Maya setelah mengetahui surat itu ternyata perintah Ulan agar kakaknya memakai uang tabungan yang selama ini ia kumpulkan itu agar digunakan untuk mendaftar ke perguruan tinggi.
Betapa rendah hatinya sikap sang adik hingga kepergiannya pun memberi kebaikan. (***)
Karya : Rachmahtika Mahasiswa Unja
Mewakili Pj Wali Kota, Staf Ahli Moncar Tutup Diklat PKA Pemerintah Kota Jambi