Kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Covid-19 atau lebih akrab disebut Corona. Memang benar, karena sudah dua tahun lebih Corona menjelajah hampir di seluruh dunia termasuklah negeri kita yakni Indonesia.
Sejak kemunculan perdananya di Maret 2020, virus ini telah mengubah banyak hal dalam kehidupan masyarakat di Indonesia termasuklah dalam dunia pendidikan.
Pembelajaran yang semula dilakukan tatap muka di sekolah, berubah menjadi pembelajaran jarak jauh. Seluruh jenjang pendidikan di Indonesia dimulai dari TK sampai Kuliah, semuanya melakukan pembelajaran jarak jauh.
Hal ini memberikan dampak yakni penurunan kompetensi siswa yang cukup signifikan. Akibatnya, pemerintah mencari solusi yakni menggunakan model pembelajaran hybrid learning dimana siswa yang masuk dibatasi hanya lima puluh persen saja.
Penggunaan model pembelajaran hybird learning dinilai akan memperbaiki kompetensi siswa agar lebih meningkat. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian.
Model pembelajaran ini ternyata membuat target waktu pembelajaran menjadi tidak tercapai. Siswa hanya masuk tatap muka tiga hari saja dalam satu minggu dan tiga hari online.
Berdasarkan hasil observasi penulis, murid yang mendapat giliran online tidak menyimak materi pembelajaran yang diberikan. Bahkan guru terkadang hanya memberikan materi tanpa penjelasan lebih lanjut.
Akibatnya, materi yang sama harus diulang di pertemuan berikutnya. Jadi, siswa akan menemui pembelajaran berikutnya hanya dua minggu sekali. Hal ini menyebabkan banyak waktu yang terbuang sehingga materi yang bisa dipelajari hanya sedikit.
Mengingat proses vaksinasi sudah sampai pada tahap tiga maka dapat dikatakan bahwa sudah ada perlindungan (kekebalan diri lebih) bagi siswa.
Bahkan, sudah ada wacana untuk menggencarkan vaksinasi tahap tiga sebagai persiapan pandemi menjadi endemi.
Maka dari itu, sudah seharusnya model pembelajaran hybrid learning diganti menjadi tatap muka keseluruhan dengan catatan prokes yang ketat.
Jikalau alasan masih menggunakan hybird learning adalah untuk menghilangkan klaster penyebaran Covid-19 di sekolah, maka itu adalah hal yang salah.
Kita tidak bisa menjamin interaksi mereka di luar sekolah, jadi memang sudah jelaslah bahwa saat ini penggunaan model pembelajaran hybrid learning sudah tidak efektif lagi. (***)
Penulis :Siti Aisyah
Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi
Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Satgas PASTI Lakukan Soft Launching Indonesia Anti-Scam Centre