Radarjambi.co.id-Penetapan Warisan Budaya tak Benda (WBTB) oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terdapat 44 warisan budaya Yogyakarta.
Kraton Yogyakarta sebanyak 27 karya budaya, Kadipaten Pakualaman 8 karya budaya, Warisan Budaya bersama milik DIY 31 karya budaya, Kulon- progo 15 karya budaya, Sleman 21 karya budaya, Bantul 20 karya budaya, dan Kota Yogyakarta 16 karya budaya. Hal tersebut menjadi salah satu bukti Yogyakarta merupakan kota budaya.
Tak dapat dipungkiri beragam budaya di Yogyakarta memiliki magnet tersendiri bagi masyarakat Indonesia maupun dunia. Beragam kebudayaan yang ada menjadi identitas bangsa. Penetapan WBTB tentu berdampak pada eksistensi budaya.
Beragam budaya yang telah ditetapkan dalam WBTB menjadi prioritas untuk dilestarikan. WBTB merupakan branding budaya agar lebih dikenal masyarakat luas baik domestik maupun mancanegara.
Pemberian WBTB terkait pada warisan kolektif yang terus berkembang. Seperti halnya tradisi lisan, seni pertunjukan, praktek sosial, ritual, perayaan, pengetahuan dan praktek mengenai alam semesta.
Beberapa diantaranya milik Keraton Yogyakarta dengan keseluruhan domain seni pertunjukan seperti bedhaya sapta, beksan sekar madura, srimpi muncar, dan beksan panji sekar.
Sementara Kadipaten Pakualaman dengan domain tradisi dan ekspresi lisan yaitu babad pakualaman. Menariknya untuk domain kemahiran dan kerajinan tradisional Yogyakarta terdiri dari makanan khas seperti jadah manten, legomoro, songgo buwono, kembang waru, yangko, sayur lodeh, jamu dan bir jawa.
Beberapa makanan tradisional yang masuk dalam WBTB mungkin Anda pernah memakannya. Makanan tradisional yang sudah ada sejak zaman nenek moyang sarat akan nilai-nilai filosofi Jawa.
Seperti halnya roti kembang waru yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Bentuknya menyerupai kembang waru karena pada waktu itu disekitaran kerajaan banyak ditumbuhi pohon waru.
Terdapat 8 kelopak bunga yang mencirikan Hasta Brata yang memiliki makna delapan jalan utama yang terdiri dari bulan, bintang, mega, tirta, kismo, samudra dan maruto. Delapan laku tersebut merupakan pencerminan seorang pemimpin sejati.
Jika seorang pemimpin mampu melakukannya maka akan menjadi pemimpin yang berwibawa dan mampu mengayomi semua rakyatnya. Dengan memakan roti kembang waru diharapkan dapat mengingat nasihat para leluhur.
Selain itu, terdapat akulturasi makanan Eropa dengan budaya Jawa yang diberi nama songgo buwono. Songgo berarti menyangga, buwono artinya langit atau kehidupan.
Jadi, songgo buwono memiliki makna penyangga kehidupan. Songgo buwono termasuk makanan kelas atas. Pada zaman Kesultanan Yogyakarta, songgo buwono disajikan pada hajat tertentu, misalnya perayaan pernikahan keraton.
Sajian songgo buwono dalam pesta pernikahan menggambarkan kesiapan kedua mempelai untuk mengarungi kehidupan.
Penetapan WBTB terhadap sejumlah budaya di Indonesia diharapkaan dapat meningkatkan komitmen untuk menjaga dan melestarikan warisan nenek moyang.
Peran serta masyarakat dan pemerintah setempat diharapkan dapat bersinergi menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung WBTB yang ada di wilayah setempat. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan diharapkan dapat bersinergi dengan dinas terkait, media dan Perguruan Tinggi.
Adanya sinergritas dari seluruh lapisan masyarakat diharapkan berpengaruh terhadap kelestarian budaya. Peran Perguruan Tinggi tak kalah penting untuk melakukan inovasi dalam membranding budaya yang ada.
Tidak menutup kemungkinan akan meningkatnya wisatawan minat khusus terkait Warisan Budaya Tak Benda. Kedepannya dapat melahirkan eduwisata budaya yang mendunia. (*)
Penulis : Iis Suwartini, M.Pd. Dosen PBSI Universitas Ahmad Dahlan
mahasiswa S3 Universitas Sebelas Maret.
Teknologi Informatika Sebagai Sahabat Pembelajaran di Era Society 5.0
Self-Assessment sebagai Kunci Sukses Pembelajaran Kurikulum Merdeka
KPU Sarolangun Optimalisasikan Pendistribusian Logistik Pilkada 2024