Radarjambi.co.id-Masalah sampah menjadi perhatian kita semua akhir-akhir ini. Terutama sejak Tempat Pembuangan Akhir (TPA)/Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, ditutup sejak Juli hingga September 2023.
Bahkan, Radar Jogja (9/10/2023) mewartakan, ada rencana Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa TPA/TPST Piyungan tidak lagi menerima sampah pada 2024 mendatang (Bramantyo, 2023).
Terkait itu, masyarakat Yogyakarta berikhtiar mencarikan solusi atas masalah sampah, salah satunya ialah peran serta media massa, khususnya Surat Kabar Harian (SKH) Kedaulatan Rakyat melalui penerbitan teks editorial/tajuk rencana bertajuk “Edukasi Masyarakat Buang Sampah” (KR, 26/9/2023, hlm. 11).
Rubrik “Tajuk Rencana” KR terletak di halaman 11 berdekatan dengan sejumlah rubrik lainnya, seperti “Opini”, “Pikiran Pembaca”, “Pojok KR”, dan susunan redaksi SKH KR.
Teks dalam rubrik “Tajuk Rencana” ditulis oleh redaktur senior dan berjumlah satu teks/naskah. Merujuk Isman (2022), teks editorial adalah artikel utama yang ditulis oleh redaktur media massa yang merupakan pandangan redaksi terhadap suatu peristiwa aktual yang sedang menjadi sorotan atau kontroversial.
Tulisan ini akan berfokus pada struktur dan kaidah kebahasaan teks editorial, khususnya teks “Edukasi Masyarakat Buang Sampah” (KR, 26/09/2023). Kemudian dilanjutkan bahasan pembelajaran teks editorial bahasa Indonesia.
Struktur dan Kaidah Kebahasaan Teks Editorial
Dalam bukunya 22 Jenis Teks & Strategi Pembelajarannya di SMA-MA/SMK, Kosasih dan Kurniawan (2019) menjelaskan struktur teks editorial terdiri atas (1) pengenalan isu, (2) penyampaian argumen-argumen, dan (3) kesimpulan.
Pertama, pengenalan isu berupa sorotan peristiwa yang mengandung suatu persoalan aktual.
Kedua, penyampaian argumen-argumen sebagai pembahasan, yakni berupa tanggapan-tanggapan redaktur dari media yang bersangkutan berkenaan dengan peristiwa, kejadian, atau persoalan aktual.
Ketiga, kesimpulan yang berisi saran ataupun rekomendasi sebagai penutup berupa pernyataan dalam menyelesaikan persoalan yang dikemukakan sebelumnya.
Berikut telaah struktur teks editorial atau tajuk rencana dengan judul “Edukasi Masyarakat Buang Sampah”.
Pertama, pengenalan isu. Bagian pengenalan isu disampaikan melalui paragraf pertama dalam teks editorial terkait. Begini bunyi teksnya, “Soal persampahan di DIY belum juga tertuntaskan, terutama di Kota Yogya yang relatif lahannya terbatas.
Meski sudah ditegakkan aturan berupa Perda Kota Yogya No 10 Tahun 2012 yang mengatur sanksi bagi pembuang sampah sembarangan, nyatanya sampah masih terlihat menumpuk di sejumlah lokasi.
Beberapa lokasi yang sering menjadi jujugan pembuangan sampah antara lain depan rumah dinas Mantri Pamong Praja (MPP) atau camat Kemantren Pakualaman dan samping SMAN 9 Yogya.”
Kedua, argumentasi-argumentasi. Bagian argumentasi-argumentasi disampaikan melalui paragraf kedua, ketiga, keempat, kelima, dan keenam dalam teks editorial terkait.
Paragraf kedua memuat argumentasi tentang sanksi bagi pembuang sampah yang sembarangan. Begini bunyi teksnya, “Belum jelas, kapan warga membuang sampah di lokasi tersebut.
Apakah bisa diartikan sanksi tipiring berupa pembayaran denda lewat persidangan di pengadilan tidak menimbulkan efek jera? Entahlah, boleh jadi mereka belum tahu aturan, atau memang sengaja buang sampah sembarangan ketika petugas terlena.”
Paragraf ketiga memuat argumentasi tentang kuota kapasitas sampah di depo sampah. Begini bunyi teksnya, “Sebenarnya, ketika kuota kapasitas sampah kota yang bisa dibuang ke TPA Piyungan ditambah menjadi 135 ton per hari, ada perubahan signifikan aktivitas buang sampah sembarangan menjadi berkurang.
Di kawasan Jalan Batikan misalnya, ketika banyak depo ditutup, terlihat sampah menumpuk di pinggiran Kali Manunggal (dulu Kali Mambu). Namun kini setelah secara berangsur depo buka lagi, tumpukan sampah sudah jauh berkurang.”
Paragraf keempat memuat argumentasi tentang pengolahan sampah menjadi barang bernilai ekonomi. Begini bunyi teksnya, “Hanya saja, tidak semua warga tahu dan sadar untuk membuang sampah pada tempatnya, atau mengolahnya menjadi barang bernilai ekonomi.
Mereka masih saja kucing-kucingan dengan petugas, meskipun di sekitar lokasi sudah dipasangi CCTV. Dalam pekan-pekan terakhir ini petugas kembali diterjunkan di lokasi yang sering menjadi jujugan warga membuang sampah.”
Paragraf kelima memuat argumentasi tentang denda uang bagi pembuang sampah yang sembarangan.
Begini bunyi teksnya, “Padahal, kalau kita cermati, denda yang dijatuhkan kepada para pembuang sampah sembarangan sudah cukup tinggi, yakni Rp 400 ribu. Sementara denda maksimal yang dapat dijatuhkan pengadilan adalah Rp 50 juta.
Dilihat persentasenya memang tidak sampai satu persen, namun angka Rp 400 ribu bagi warga Yogya, sudah cukup besar dibanding nilai ekonomi sampah yang dibuang.”
Paragraf keenam memuat argumentasi tentang persidangan terhadap pembuang sampah sembarangan.
Begini bunyi teksnya, “Kita yakin, pendekatan hukum berupa sidang terhadap pembuang sampah sembarangan belum menyelesaikan masalah secara tuntas.
Pemerintah Kota Yogya menilai persidangan terhadap pembuang sampah sembarangan adalah cara terakhir untuk memberi efek jera, tapi nyatanya tetap saja ada yang membandel membuang sampah sembarangan.”
Ketiga, kesimpulan. Bagian kesimpulan disampaikan melalui paragraf ketujuh, kedelapan, dan kesembilan dalam teks editorial terkait. Paragraf ketujuh memuat edukasi masyarakat dalam membuang sampah.
Begini bunyi teksnya, “Kiranya jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Yogya harus tetap intensif mengedukasi masyarakat agar berperilaku yang benar dalam membuang sampah, janganlah buang sampah sembarangan.
Namun, di sisi lain, Pemkot juga harus mencari solusi problem persampahan di Kota Yogya. Harus dicari akar masalahnya, mengapa masih ada warga yang membuang sampah sembarangan.”
Paragraf kedelapan memuat evaluasi atas edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Begini bunyi teksnya, “Pun perlu melakukan evaluasi terkait langkah edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat apakah selama ini cukup efektif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat? Kita sepakat bahwa pendekatan hukum adalah langkah terakhir.
Namun jauh lebih penting menanamkan kesadaran kepada masyarakat pentingnya menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat, antara lain dengan cara membuang sampah pada tempatnya.”
Paragraf kesembilan memuat edukasi kepada masyarakat. Begini bunyi teksnya, “Artinya, tempat pembuangan sampah itu memang harus disediakan, jangan terus menerus ditutup.
Namun tetap dibarengi dengan edukasi kepada masyarakat untuk membuat biopori maupun mengolah sampah anorganik menjadi barang yang bernilai ekonomi. Hanya saja, semua butuh proses, dan harus dimulai dari sekarang.”
Sementara itu, Kosasih dan Kurniawan (2019) menjelaskan bahwa kaidah kebahasaan teks editorial terdiri atas
(1) penggunaan ungkapan retoris, (2) penggunaan kata populer, (3) penggunaan kata ganti petunjuk, (4) penggunaan konjungsi pertentangan, dan (5) penggunaan konjungsi yang menyatakan tujuan.
Pertama, ungkapan retoris digunakan untuk menarik perhatian pembaca/khalayak sehingga tergugah untuk melanjutkan pembahasan atas isu yang disorotinya.
Kedua, kata-kata populer digunakan untuk mempermudah khalayak mencerna isi teks.
Ketiga, kata ganti penunjuk digunakan untuk merujuk pada peristiwa atau hal lainnya yang menjadi fokus ulasan.
Keempat, penggunaan konjungsi pertentangan, seperti bukan dan melainkan. Kelima, penggunaan konjungsi yang menyatakan tujuan, seperti untuk, demi, agar, dan supaya.
Pertama, ungkapan-ungkapan retoris digunakan untuk menarik perhatian pembaca (khalayak) sehingga tergugah untuk melanjutkan pembahasan atas isu yang disorotinya.
Dalam teks editorial “Edukasi Masyarakat Buang Sampah”, ungkapan-ungkapan retoris berbunyi, “Belum jelas, kapan warga membuang sampah di lokasi tersebut.
Apakah bisa diartikan sanksi tipiring berupa pembayaran denda lewat persidangan di pengadilan tidak menimbulkan efek jera? Entahlah, boleh jadi mereka belum tahu aturan, atau memang sengaja buang sampah sembarangan ketika petugas terlena.”
Kedua, kata-kata populer digunakan untuk mempermudah khalayak mencerna isi teks. Dalam teks editorial “Edukasi Masyarakat Buang Sampah”, dijumpai kata-kata populer, antara lain, efek jera, kuota kapasitas sampah, depo, tumpukan sampah, pendekatan hukum, dan problem persampahan.
Ketiga, kata ganti penunjuk digunakan untuk merujuk pada peristiwa atau hal lainnya yang menjadi fokus ulasan. Dalam teks editorial “Edukasi Masyarakat Buang Sampah”, dijumpai kata mereka sebagai kata ganti para warga pada paragraf kedua.
Begini bunyi teksnya, “Belum jelas, kapan warga membuang sampah di lokasi tersebut. Apakah bisa diartikan sanksi tipiring berupa pembayaran denda lewat persidangan di pengadilan tidak menimbulkan efek jera? Entahlah, boleh jadi mereka belum tahu aturan, atau memang sengaja buang sampah sembarangan ketika petugas terlena.”
Keempat, penggunaan konjungsi pertentangan dalam teks editorial. Dalam teks editorial “Edukasi Masyarakat Buang Sampah”, dijumpai konjungsi pertentangan, seperti meski dan namun.
Kata meski terlihat dalam kalimat “Meski sudah ditegakkan aturan berupa Perda Kota Yogya No 10 Tahun 2012 yang mengatur sanksi bagi pembuang sampah sembarangan, nyatanya sampah masih terlihat menumpuk di sejumlah lokasi.”
Sementara itu, kata namun terlihat dalam kalimat “Dilihat persentasenya memang tidak sampai satu persen, namun angka Rp 400 ribu bagi warga Yogya, sudah cukup besar disbanding nilai ekonomi sampah yang dibuang” dan “Namun, di sisi lain, Pemkot juga harus mencari solusi problem persampahan di Kota Yogya.”
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, ada prosedur pembelajaran teks editorial/tajuk rencana.
Pertama, mengidentifikasi pendapat, alternatif solusi, dan simpulan dalam editorial. Untuk mengidentifikasi informasi dalam teks editorial, terdapat beberapa langkah.
Yaitu, (1) kenali sikap atau pandangan media, (2) kenali tanggapan, sindiran, atau kritikan dari media, (3) kenali tanggapan dari media tentang permasalahan berupa saran atau rekomendasi, dan (4) kenali simpulan yang menegaskan isi teks.
Kedua, menganalisis struktur dan kebahasaan teks editorial. Langkah-langkah dalam menganalisis struktur teks editorial, yaitu (1) tentukan permasalahan atau isu sebagai pendahuluan yang dibicarakan dalam teks editorial, (2) tentukan alasan-alasan yang mendukung permasalahan yang dikemukakan di pendahuluan atau pengenalan isu dalam teks editorial, dan (3) setelah menentukan alasan-alasan yang mendukung permasalahan yang dikemukakan, langkah terakhir adalah menentukan apa yang menjadi rekomendasi atau saran dari sikap atau pandangan media terhadap isu yang dikemukakan.
Kemudian langkah-langkah menganalisis kaidah kebahasaan teks editorial, yaitu (1) tentukan penggunaan ungkapan-ungkapan retoris, (2) temukan kata-kata populer yang mempermudah khalayak dalam memahami isi teks, (3) temukan kata ganti penunjuk yang merujuk pada waktu, peristiwa, atau hal lainnya yang menjadi fokus ulasan, (4) temukan penggunaan konjungsi pertentangan, dan (5) temukan kata penghubung tujuan.
Ketiga, merancang teks editorial. Dalam merancang teks editorial, perlu diperhatikan langkah-langkah berikut. Yaitu, (1) menentukan tema, (2) mengumpulkan data, (3) mendiskusikan draf, dan (4) membuat kerangka teks editorial.
Keempat, menulis teks editorial. Dalam menulis teks editorial, perlu pula diperhatikan langkah-langkah penulisannya, yaitu (1) penentuan isu peristiwa/masalah, (2) pengumpulan fakta/data, (3) penyeleksian dan pengorganisasian fakta sesuai kerangka, dan (4) pengembangan kerangka menjadi teks editorial. Terkait itu, untuk menghasilkan teks editorial yang lebih baik, langkah pascapenulisan meliputi aspek isi, struktur, kaidah kebahasaan, dan ejaan/tanda baca.
Cermatilah rumusan fakta dan pendapat-pendapatnya.
Cermatilah susunan ataupun hubungan antarbagian-bagiannya.
Cermatilah kalimat-kalimat serta kata-katanya, bentuk, serta maknanya.
Cermatilah penggunaan ejaan dan tanda bacanya.
Terkait pembelajaran teks editorial di sekolah, kiranya perlu disimak sejumlah publikasi berikut.
Penulis : : Purwati Zisca Diana, Ariesty Fujiastuti, dan Sudaryanto
Sanggar Tani Muda Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Masyarakat Kalurahan Serut
Partisipasi Publik dalam Demokrasi: Mengeksplorasi Peran Warga dalam Pembuatan Keputusan Politik
Transformasi Hukum dalam Politik Modern: Peran dan Tantangan
Demokrasi 2024:Hindari politik uang,untuk indonesia lebih maju
Pj Wali Kota Jambi Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Dan Lepas Tim Gabungan Penertiban APK Pilkada