Radarjambi.co.id-Di kutip dari ejournal.balitbangham.go.id kekerasan seksual salah satu pelanggaran HAM yang mana perempuan dominan menjadi korban.
Sebagian besar korban yang mengalami kekerasan enggan untuk melapor karena tidak mengerti bahwa apa yang terjadi merupakan kekerasan dan minimnya akan dukungan dari keluarga.
Para santri yang menjadi korban telah dibohongi dengan alasan agama dan diiming-imingi akan cita-cita yang terjamin.
Upaya pencegahan pelanggaran HAM pada santri:
-Pemahaman Seksual bagi Santri
-Layanan Pengaduan Terpadu Bagi Pengajar dan Santri
-Kontrol oleh Orang Tua dan Masyarakat
-Permudah Akses Pendidikan untuk korban
-Pemulihan Kesehatan untuk Korban dan Keluarga Korban
-Menghukum Pelaku dengan Hukuman Maksimal
Namun,apabila kekerasan seksual telah terjadi, maka negara perlu membantu menyediakan akses pendidikan dan akses kesehatan kepada korban, dan menghukum pelaku sesuai dengan apa yang diperbuat
Terungkapnya kasus-kasus kekerasan seksual di tahun 2022 mengindikasikan Indonesia darurat akan kekerasan seksual.
Jika dilihat dari laporan kekerasan pada Komnas Perempuan dari tahun 2007 sampai dengan 2021, jumlah kasus kekerasan mengalami fluktuasi. Kasus kekerasan yang semula 259.150 kasus di tahun 2016 meningkat sampai tahun 2019 dengan 431.471 kasus.
Pelaporan kasus kekerasan menurun di tahun 2020 yakni 299.911 dan turun kembali di tahun 2021 sebanyak 10.247 kasus
Menurut kami kasus ham harus ada upaya preventif. Upaya preventif tersebut berupa pemahaman seksual untuk santri, layanan pengaduan terpadu, dan pentingnya kontrol orang tua.
Sementara, penyelesaian masalah pasca kejadian diperlukan agar tidak menimbulkan trauma bagi korban dan untuk masa depan korban yang lebih baik.
Upaya tersebut berupa kemudahan akses pendidikan dengan bantuan Pemerintah agar para korban dapat melanjutkan sekolah formalnya seperti SMA/MAN/SMK atau home schooling yang dapat menjadi pilihan.
Korban kekerasan biasanya meninggalkan efek trauma dan dapat mengakibatkan sulit bersosialisasi dengan masyarakat.
Oleh karena itu, para korban hendaknya juga diberikan keterampilan.Untuk akses kesehatan diharapkan ada campur tangan Pemerintah untuk memberikan rehabilitasi psikologi kepada korban dan keluarga korban.
Mengingat korban berasal dari keluarga yang tidak mampu, tentunya biaya rehabilitasi akan memberatkan keluarga korban. Kemudian juga perlunya pemeriksaan kesehatan terhadap korban kekerasan seksual.
Penghukuman pelaku secepatnya sangat diperlukan untuk meringankan trauma korban.
Negara tentu harus ikut serta agar hak-hak dan pemulihan korban dapat segera terpenuhi.(*)
Penulis : Dedi Adi kurnianto dan Afif Fadhullah
KPU Gelar Debat Publik Kedua Calon Bupati dan Wakil Bupati Merangin