Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur

Selasa, 07 November 2023 - 21:44:12


/

Radarjambi.co.id-Polusi, padat, dan gaya hidup yang tinggi merupakan gambaran ibu kota saat ini. Sebagai ibu kota negara tak ayal menjadikan Jakarta memiliki gaya hidup yang tinggi.

Saat ini Jakarta masih menjadi magnet bagi para penjuang rupiah dari seluruh penjuru tanah air. Banyaknya pengadu nasib yang berpindah ke Jakarta menyebabkan kepadatan penduduk yang kian meningkat.

Kepadatan ini berdampak pada kurangnya lahan pemukiman penduduk. Pembangunan gedung-gedung bertingkat juga ikut andil dalam berkurangnya lahan bagi pemukiman penduduk.

Terlihat dari pemukiman yang dibangun di kawasan pemakaman. Akibatnya, banyak aktivitas penduduk yang dilakukan di kawasan pemakaman, seperti di TPU Tanah Kusir yang telah terendam banjir menjadi tempat pemancingan dadakan warga.

Kepadatan penduduk yang meningkat pesat menyebabkan polusi udara bertambah, karena tingginya tingkat volume asap kendaraan yang melintas setiap harinya.

Dikutip dari “Kompas.com (2022)”, ada beberapa alasan pemerintah dalam pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Alasan pertama didasari oleh survey penduduk antar sensus pada 2015 yang menyebutkan bahwa sebesar 56,56% penduduk Indonesia atau sekitar 150,18 juta jiwa terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Sementara presentase penduduk di Kalimantan hanya 6,1% atau sekitar 16, 23 juta jiwa. Pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi juga menjadi alasan pemerintah dalam pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur.

Selanjutnya, Jakarta mengalami krisis air bersih yang cukup parah, hal ini menjadikan pertimbangan pemerintah dalam memindahkan ibu kota negara baru.

Selain itu, presentase perekonomian di Pulau Jawa yang sangat tinggi dan tidak sebanding dengan pulau lainnya sehingga diperlukan adanya pemerataan ekonomi di Indonesia.

Alasan lain pemindahan ibu kota negara baru karena lokasi Pulau Kalimantan yang strategis serta minimnya resiko bencana alam yang ada di sana.

Presiden ingin memamerkan IKN sebagai contoh transformasi suatu negara baik dari segi lingkungan, cara kerja, basis ekonomi, dan teknologi. Termasuk mengakselerasi peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan, serta tata sosial yang toleransi dan menjunjung etika publik.

Jokowi juga berharap dapat memamerkan kawasan industri hijau atau green industrial park di Kalimantan Utara sebagai transformasi lingkungan, sosial, dan pemerintah yang beralih menuju energi terbarukan.

Pemerintah tidak hanya fokus mengembangkan pembangunan fisik tetapi juga pembangunan SDA, hal ini akan sangat berpengaruh ke masa yang akan datang.

Kementrian PPN/Bappenas juga telah mememperkirakan desain pembangunan kota, transportasi, gedung, dll untuk menyesuaikan kemungkinan yang akan terjadi di masa depan sesuai proyeksi jumlah penduduk dan urbanisasi yang akan terjadi di ibu kota negara baru.

Pemerintah mengutamakan beasiswa untuk anak PPU (Penajam Paser Utara) sebagai langkah untuk menyiapkan pekerjaan yang cocok untuk mereka dalam kurun waktu 10-20 tahun ke depan.

Dalam pemindahan ibu kota tentulah terdapat dampak di kemudian hari baik dilihat dari sisi positif maupun negatifnya.

Berikut adalah dampak positif dari pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, seperti meningkatnya perekonomian nasional, perdagangan antar wilayah semakin tinggi, pemerataan pembangunan untuk wilayah luar Pulau Jawa, serta mengurangi kepadatan penduduk di Jakarta.

Adapun dampak negatif dari pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, seperti beresiko merusak lingkungan hidup, membengkaknya nilai APBN,

Dikutip dari “detikNews (2019)”, lembaga survei Kedai KOPI melakukan survei pendapat masyarakat akan hal ini.

Survei kepindahan ibu kota ini dilakukan pada periode 14-21 Agustus 2019 di 34 provinsi di seluruh Indonesia. 1.200 responden diwawancarai secara tatap muka dengan metode pencuplikan multistage random sampling. Margin of error survei ini adalah +/- 2,83% pada tingkat kepercayaan 95%.

Survei ini didanai secara swadaya oleh Kedai KOPI. Survei Kedai KOPI menunjukkan 39,8% responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap perpindahan ibu kota. Sedangkan yang setuju sebesar 35,6% dan 24,6% memilih untuk tidak beropini.(*)

 

 

Penulis :  Rida Kalina dan Fahrani Listadya Supriyanto mahasiswa Teknologi Pangan dari Universitas Ahmad Dahlan