Era Baru Jurnalis Gen Z

Kamis, 19 September 2024 - 17:54:54


/

Radarjambi.co.id-Di kampus terdapat unit kegiatan mahasiswa (UKM) pers mahasiswa (Persma), baik di level universitas, fakultas, maupun jurusan/program studi/departemen. Di Universitas Ahmad Dahlan, misalnya, terdapat UKM Persma, seperti UKM Poros dan Kreativitas Kita (Kreskit).

Khusus Kreskit, itu termasuk Persma di level program studi dan dalam naungan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) PBSI FKIP UAD.

Pada Senin (16/9) lalu, pimpinan Kreskit telah melantik delapan mahasiswa sebagai pengurus harian. Di antaranya, Aftiar Riski Abnuzaeni, Nuurul Mukhlisah, Intan Awalia Putri, Nanda Kartika, Bella Nur Putri, Aprilia Nugraheni Ayuningtyas, Arif Setiawan, dan Natasya Meifani Sagala.

Ditambah dua mahasiswa lagi yang mengikuti pelantikan secara susulan, yaitu Arif Maulana dan Rindan Nur’ Aini. Total terdapat 10 mahasiswa.

Jurnalis Gen Z

Para mahasiswa itu tercatat sebagai mahasiswa aktif di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Ahmad Dahlan.

Mereka tercatat duduk di semester III dan V. Dalam kesehariannya, mereka melaksanakan kuliah di program studi terkait. Umumnya mereka tergolong generasi Z atau gen Z, terlahir pada rentang tahun 1997-2012.

Dengan begitu, mereka disebut sebagai jurnalis gen Z.

Terkait itu, apa bekal yang perlu mereka (baca: jurnalis gen Z) miliki dalam bekerja di masa-masa mendatang? Terhadap pertanyaan itu, penulis menjawab singkat: keterampilan abad 21.

Jika merujuk buku 21st Century Skills (2009) karya Bernie Trilling dan Charles Fadel, keterampilan abad 21 mencakup 7C. Adapun 7C terdiri atas Critical Thinking and Problem Solving, Communication, Collaboration, Creativity, Computing, Carrier, dan Cross Culture.

Pertama, keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving). Keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah dapat diasah oleh jurnalis gen Z saat menentukan topik liputan, narasumber liputan, dsb.

Karya jurnalistik berupa majalah dan buletin berisikan berita hasil liputan jurnalis di lapangan, baik dalam bentuk berita langsung (hardnews) maupun berita taklangsung (softnews atau feature).

Kedua, keterampilan berkomunikasi (Communication). Keterampilan berkomunikasi dapat diasah oleh jurnalis gen Z saat melakukan wawancara atau interviu narasumber liputan. Atau, saat jurnalis gen Z menjadi narasumber pelatihan menulis berita di kampus/sekolah.

Keterampilan berkomunikasi sangat penting, mengingat profesi jurnalis memiliki tuntutan bekerja menyampaikan informasi yang akurat, sesuai dengan fakta, dan bermanfaat.

Ketiga, keterampilan berkolaborasi (Collaboration). Keterampilan berkolaborasi dapat diasah oleh jurnalis gen Z saat mengerjakan proses peliputan dan penulisan berita yang berasal dari beragam narasumber dan tempat.

Keterampilan berkolaborasi juga diasah saat melaksanakan program siniar, seperti siniar Bocor Alus Politik (BAP) milik Tempo.co.

Dengan begitu, keterampilan berkolaborasi sangat penting dimiliki oleh jurnalis gen Z saat ini dan mendatang.
Keempat, keterampilan berkreativitas (Creativity).

Keterampilan berkreativitas dapat diasah oleh jurnalis gen Z saat membuat karya nonjurnalistik, seperti cerita pendek, novel, dan puisi. Seno Gumira Ajidarma (disingkat SGA), Putu Wijaya, Putu Fajar Arcana, Bre Redana, M. Hilmi Faiq, sekadar contoh jurnalis yang juga sastrawan.

Mereka menulis karya-karya sastra sembari melakukan liputan berita sesuai dengan desk/bidang kerjanya.

Komputasi dan Literasi TIK

Kelima, keterampilan berkomputasi dan berliterasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) (Computing). Keterampilan berkomputasi dan berliterasi TIK dapat diasah oleh jurnalis gen Z saat mengirimkan naskah berita hasil liputan di luar daerah atau luar negeri.

Di harian Kompas, misalnya, ada wartawan korespondensi, Musthafa Abd. Rahman, yang berdomisili di Mesir. Dia rutin mewartakan berita-berita seputar Timur Tengah, konflik Israel-Palestina, dsb.

Keenam, keterampilan berkarier (Carrier). Keterampilan berkarier dapat diasah oleh jurnalis gen Z saat menekuni profesi wartawan. Wartawan merupakan salah satu profesi yang memiliki jenjang karier, dari reporter, koordinator reporter, penanggung jawab desk/bidang liputan, hingga pemimpin redaksi (Pemred).

Bahkan, bukan tidak mungkin wartawan yang sudah memiliki jam terbang tinggi dapat memimpin lembaga pengembangan, seperti Tempo Institute.

Ketujuh, keterampilan pemahaman lintas budaya (Cross Culture). Keterampilan pemahaman lintas budaya dapat diasah oleh jurnalis gen Z saat melakukan liputan di daerah atau luar negeri.

Pemahaman lintas budaya penting dimiliki oleh jurnalis gen Z, mengingat setiap daerah atau negara memiliki kulturnya masing-masing.

Sebagai contoh, budaya menghormati tamu di Cina dilakukan dengan mengajak makan. Bisa jadi negara lain berbeda kulturnya.

Akhir kata, keterampilan abad 21 perlu dimiliki oleh jurnalis gen Z saat bekerja di masa-masa mendatang.

Keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah, berkomunikasi, berkolaborasi, berkreativitas, berkomputasi dan literasi TIK, berkarier, dan berpemahaman lintas budaya kelak bermanfaat bagi jurnalis gen Z, atau gen Z pada umumnya. Semua keterampilan abad 21 dapat diasah, dilakukan, dan dijadikan sebagai etos kerja seseorang atau kelompok.(*)

 

Penulis : Sudaryanto, M.Pd., Dosen PBSI FKIP UAD; Mahasiswa S-3 UNY; Anggota PRM Nogotirto; Pembimbing Kreskit PBSI FKIP UAD