Biografi Jendral Ahmad Yani

Senin, 14 April 2025 - 15:12:49


Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani
Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani /

Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah.Ayahnya bernama Sarjo bin Suharyo dan ibunya Murtini. Pada masa kecil, Yani menempuh pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Magelang  dan menamatkannya pada 1935 di Bogor sebelum melanjutkan pendidikannya ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Pada tahun 1938, Ahmad Yani berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan studi ke Algemene Middelbare School (AMS). Di sekolah tersebut, dia hanya bersekolah selama dua tahun (1938-1940) karena mulai tertarik dengan dunia militer.

Meninggalkan sekolah menengahnya untuk mengikuti pendidikan wajib militer sebagai tentara Hindia Belanda.Sebagai calon perwira, ia memilih kecabangan topografi militer dan menjalani pelatihan di Malang, Jawa Timur.Namun, pendidikannya terpaksa terputus ketika Jepang menginvasi Hindia Belanda pada tahun 1942.

Pada saat yang sama, Yani dan keluarganya kembali pindah ke Jawa Tengah.Ketika Jepang berhasil menguasai Hindia Belanda, Ahmad Yani ditangkap oleh pasukan Dai Nippon di Cimahi, meskipun akhirnya berhasil dibebaskan dan kembali ke Purworejo.

Pada tahun 1943, ia bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air), sebuah organisasi militer yang didirikan oleh penguasa Jepang, dan menjalani pelatihan lanjutan di Magelang.Setelah menyelesaikan pelatihan ini, Yani memilih untuk mengikuti kursus komandan peleton PETA di Bogor, Jawa Barat, sebelum akhirnya kembali ke Magelang sebagai instruktur militer.

Pada tanggal 5 Desember 1944, Ahmad Yani menikah dengan Bandiah Yayu Ruliah, seorang mantan guru mengetiknya. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai delapan orang anak. Ahmad Yani dikenal sebagai seorang bapak yang baik, penyayang, tegas, dan bertanggungjawab. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai perwira militer, dia tetap meluangkan waktu untuk berkumpul bersama istri dan anak-anaknya.

Ahmad Yani menjalani berbagai pendidikan militer yang mempersiapkannya untuk karier militernya.Salah satu pendidikan militer yang dia ikuti adalah Pendidikan Calon Perwira Dinas Topografi Militer di Malang pada tahun 1940-1942, meskipun pendidikannya terhenti akibat serbuan Jepang pada tahun 1942.Setelah pendudukan Jepang di Indonesia, ia juga mengikuti pendidikan militer untuk Heiho di Magelang.

Selanjutnya, dia mendapatkan dukungan dari Angkatan Darat untuk melanjutkan pendidikan militernya di Command and College Fort Leaven Worth.Semua pendidikan ini memberikan landasan yang kuat bagi Ahmad Yani dalam membangun karir militernya.

Dengan latar belakang pendidikan militer yang solid, Ahmad Yani mampu memimpin dengan keberanian dan kecerdasan dalam berbagai medan tugas yang diemban selama kariernya.Pada tahun 1955, Ahmad Yani diberangkatkan ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan di Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas.

Di sana, ia menghabiskan waktu selama sembilan bulan dalam program studi tersebut.Setahun kemudian, pada tahun 1956, Ahmad Yani melanjutkan pendidikannya dengan mengikutiSpesial Warfare Course di Inggris selama duabulan.

Pengalaman inimenambahkan wawasan dan keterampilan militer yang lebih mendalam bagi Ahmad Yani.Kembali ke Indonesia, pada tahun 1958, saat terjadi pemberontakan PRRI di Sumatera Barat, Ahmad Yani yang saat itu masih berpangkat Kolonel, dipercaya dan diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus.

Peran ini menunjukkan kepercayaan pemerintah pada kemampuan dan kepemimpinan militer Ahmad Yani dalam menghadapi situasi yang kompleks dan menantang tersebut.

Ahmad Yani selalu memiliki perbedaan pandangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).Saat PKI mengusulkan pembentukan Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan petani yang akan diberi persenjataan, ia menolak usulan tersebut.Hal ini membuat PKI menjadikan Ahmad Yani sebagai salah satu target dari 7 petinggi TNI AD yang dicurigai diculik dalam peristiwa Pemberontakan G30S/PKI.

Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, para penculik mendatangi rumahnya dan mengaku akan membawanya bertemu dengan Presiden.Yani meminta waktu untuk mandi dan berganti pakaian, namun permintaannya ditolak.

Ia kemudian marah, menampar salah satu penculik, dan berusaha menutup pintu rumahnya.Salah satu penculik akhirnya melepaskan tembakan ke arah Ahmad Yani.Jenazahnya kemudian dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur, bersama dengan korban lainnya, dan semuanya disembunyikan dalam sebuah sumur tua.Setelah jenazah Ahmad Yani dan korban lainnya diangkat pada tanggal 4 Oktober, mereka dimakamkan secara kenegaraan pada hari berikutnya di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Penghargaan Pahlawan Revolusi disematkan pada Jenderal Ahmad Yani atas keberaniannya dalam menentang segala jenis paham atau praktik komunisme di Indonesia, terutama bidang militer.

Selain itu, nama Ahmad Yani juga diabadikan menjadi nama sebuah bandara di Semarang, Jawa Tengah.Nama Ahmad Yani juga diabadikan sebagai museum, tepatnya Museum Sasmitaloka Ahmad Yani yang berlokasi di Menteng, Jakarta Pusat dan dahulu menjadi kediaman sang pahlawan serta keluarga.

Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) adalah universitas unggul berbasis militer yang berlokasi di Jawa Barat.

Setelah kematian Ahmad Yani, istri dan anak-anaknya pindah dari rumah mereka. Ibu Ahmad Yani turut serta dalam usaha untuk menjaga bekas rumah mereka yang kemudian diubah menjadi Museum, yang menampilkan kondisi seperti saat kejadian pada Oktober 1965.

Termasuk lubang-lubang peluru di pintu dan dinding, serta perabotan rumah saat itu.Seiring dengan itu, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 111/KOTI/1965, Ia beserta rekan-rekannya dinyatakan sebagai Pahlawan Revolusi, dan pangkatnya dinaikkan menjadi Jenderal Anumerta.

Sebagai informasi, anumerta adalah penghargaan berupa gelar atau pangkat yang diberikan kepada anggota angkatan bersenjata yang dianggap berjasa kepada negara sesudah orangnya meninggal.(*)

Belyata Dafrina dari sekolah SMAN 11 Kota Jambi