Analisis Karakter Tokoh Totto-chan Dalam Tinjauan Sigmund Freud

Senin, 30 Juni 2025 - 23:55:49


Wafa Anggraini Wahyudin
Wafa Anggraini Wahyudin /

Radarjambi.co.id-Novel Totto-chan : Gadis Kecil di Tepi Jendela adalah karya yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi, seorang aktris dan juga presenter terkenal Jepang. Ia juga merupakan penggambaran tokoh Totto-chan dalam novelnya tersebut.

Novel ini menceritakan mengenai masa kecil dari Tetsuko Kuroyanagi yang dianggap aneh oleh orang disekitarnya, dianggap berbeda dari anak-anak pada umumnya. Padahal itu merupakan naluri dari yang dinamakan anak-anak. Namun, didalam novel diceritakan bagaimana sekolah yang bernama "Tomoe Gakuen" merubah sikap Totto-chan.

Penulis memilih mengangkat tema bagaimana Penokohan Totto-chan yang penulis anggap itu unik dan berbeda dengan karakter anak-anak pada umumnya, Totto-chan yang memiliki sifat rasa ingin tahu yang tinggi, kepercayaan diri, dan rasa semangat yang tinggi.

Esai ini akan membahas bagaimana karakter Totto-chan dibentuk dan berkembang dalam cerita dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud, khususnya pembagian struktur kepribadian menjadi id, ego, dan superego. Analisis ini bertujuan untuk memahami lebih dalam aspek psikologis dalam diri Totto-chan serta bagaimana lingkungan memengaruhi pertumbuhan kepribadiannya.

 Dalam penulisan ini penulis membatasi kajian masalah dari Novel Totto-chan, yang berfokus pada Psikologi Sastra dengan menggunakan teori "Sigmund Frued" melihat bagaimana arah pada tokoh yang ada di dalam karya sastra tersebut. Penulis membatasi masalahnya dalam 3 kajian.

Berdasarkan penjelasan diatas, didaptkan rumusan masalah yang memperlihatkan sebagai berikut :

  1. Bagaimana Id yang ada dalam Novel Totto-chan menggambarkan keadaan karakter itu sendiri?
  2. Bagaimana Ego yang ada didalam Novel Totto-chan menggambarkan keadaan karakter itu sendiri?
  3. Bagaimana Super Ego yang ada didalam Novel Totto-chan menggambarkan keadaan karakter itu sendiri?

Dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud, id adalah salah satu dari tiga komponen utama struktur kepribadian, bersama dengan ego dan superego. Id mewakili aspek paling primitif dari kepribadian manusia, yang hadir sejak lahir dan menjadi sumber dari semua dorongan naluriah, keinginan, dan energi psikis (disebut juga libido).

Id adalah komponen paling dasar dan naluriah dari struktur kepribadian menurut Freud. Ia adalah sumber dorongan biologis yang ingin dipuaskan seketika, tanpa mempertimbangkan logika atau moral. Id beroperasi sepenuhnya dalam alam bawah sadar dan bertentangan dengan norma sosial serta kendali ego dan superego.

 Keberadaan id adalah hal yang alami, namun ia perlu dikelola dengan baik oleh ego agar tidak menimbulkan perilaku yang merusak diri sendiri maupun orang lain. Meskipun tidak selalu disadari, id terus bekerja dalam diri manusia dan memainkan peran penting dalam memahami motivasi terdalam, konflik batin, serta sumber kreativitas dan emosi manusia.

 Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), yaitu prinsip yang mengarahkan seseorang untuk segera memuaskan hasrat dan dorongan tanpa mempertimbangkan realitas, logika, atau moralitas. Bagi Freud, id adalah semacam “mesin bawah sadar” yang penuh dengan dorongan biologis seperti rasa lapar, haus, agresi, seksual, dan kebutuhan akan kenyamanan.

 Karakteristik Id

  • Tidak Rasional : Id tidak mengenal Logika atau pertimbangan rasional. Ia hanya tau satu hal : ingin segera memuaskan keinginan.
  • Tidak Bermoral : Ia tidak membedakan antara yang benar dan yang salah. Tidak peduli apakah suatu keinginan pantas atau tidak.
  • Berorintasi pada Kepuasan Instan : Menuntut pemuasan langsung dan total terhadap keinginan. Jika keinginan itu tidak terpenuhi, maka timbul keteganggan dan kecemasan.

 Sejak awal, Totto-chan ditampilkan sebagai anak yang memiliki dorongan id yang kuat ingin tahu, impulsif, dan penuh energi. Misalnya, ketika ia membuka dan menutup mejanya berulang-ulang karena keingintahuannya terhadap meja yang unik tersebut, hal ini mencerminkan dorongan alam bawah sadarnya yang spontan dan bebas.

Namun, tindakan-tindakan impulsif itu tidak selalu mendapat ganjaran negatif. Di sekolah sebelumnya, ia dikeluarkan karena dianggap “terlalu aktif,” namun di Tomoe Gakuen, Kepala Sekolah Kobayashi membiarkannya berbicara panjang lebar, memperkuat perkembangan egonya.

Bukti Kutipannya “Saya sudah menjelaskan bahwa murid-murid tak boleh membuka atau menutup mejanya kecuali untuk mengambil/memasuka sesuatu”

Dari kutipan diatas secara tidak langsung ibu guru disekolah lama Totto-chan merasa aneh dan berbeda saat melihat kelakuan anak tersebut, pada umumnya jika anak-anak sudah tau dengan hal-hal baru mereka akan selalu terpikat untuk melakukannya. Meskipun kita sudah mengingatkan bahwa itu merupakan sesuatu yang berisik atau mengganggu.

Ego adalah komponen kunci dalam struktur kepribadian Freud yang berfungsi menyeimbangkan kekuatan dorongan (id), tuntutan moral (superego), dan realitas dunia luar. Ia adalah pusat pengambilan keputusan sadar, logis, dan sosial. Ketika ego bekerja dengan baik, seseorang mampu bertindak secara rasional, mengontrol emosi, dan bertanggung jawab atas tindakannya.

Namun, jika ego terlalu lemah atau terlalu didominasi oleh id atau superego, individu akan mengalami konflik batin, kecemasan, atau gangguan perilaku. Maka, membangun ego yang sehat adalah kunci untuk kesehatan mental yang stabil.

 Dalam struktur kepribadian Freud, Ego adalah komponen psikologis yang bertindak sebagai penengah atau mediator antara dorongan Id, tuntutan Superego, dan realitas dunia luar. Ego berperan sebagai pusat kesadaran, pengambilan keputusan, dan kontrol perilaku.

Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas (reality principle), yaitu berusaha memuaskan keinginan id dengan cara yang realistis, logis, dan dapat diterima secara sosial.

Dalam Novel Totto-Chan tergambar bagaimana ego dalam diri Totto tersebut dengan Bukti Kutipan sebagai berikut.

 “Misalnya, waktu pelajaran menulis abjad, putri anda membuka meja, mengeluarkan buku catatan, lalu menutup dengan membentingnya”

Dari kutipan diatas dapat dilihat bagaimana ego telah mengambil alih Totto-Chan yang membuat ia melakukan keributan terebut.

Superego adalah bagian dari struktur kepribadian manusia menurut Sigmund Freud yang bertindak sebagai pengawas moral dan etika. Ia berkembang dari internalisasi nilai-nilai, norma, larangan, dan harapan sosial yang diterima dari orang tua, guru, agama, dan budaya.

Superego berfungsi seperti "suara hati" yang memberi tahu apa yang benar dan salah. Ia berusaha menekan dorongan tidak bermoral dari Id dan mengarahkan Ego agar bertindak sesuai standar ideal.

Dalam Novel Totto-Chan diperlihatkan bagaimana Super Ego dari Totto-Chan tersebut dengan Bukti Kutipan sebagai berikut :

 “Karena Totto-chan membuat guru kesal dikelas, ia pun dikeluarkan atas perilakunya tersebut”

“Bagaimana kalau kau pindah sekolah baru? Mama dengar ada sekolah yang sangat bagus”

“Baiklah”. Kata Totto-chan setelah berpikir lama. “Tapi….”

“Apalagi ini? Pikir mama. Apakah dia tahu bahwa dia dikeluarkan dari sekolah?

 Untuk super Ego sudah hampir terpenuhi karena dilihat dari kutipan Totto-chan menjawab pertanyaan mama dengan berat.

Untuk kepribadian yang sehat, diperlukan keseimbangan antara Id, Ego, dan Superego, di mana Ego bertindak sebagai penengah yang adil, mengakui keinginan Id tetapi tetap menghormati Superego, sambil mempertimbangkan kenyataan hidup.

 Dalam novel Totto-chan, ketiga struktur kepribadian Freud tampak jelas membentuk dinamika psikologis tokoh utama. Id terlihat melalui perilaku impulsif dan rasa ingin tahu Totto-chan yang sangat besar—seperti membuka meja sekolah, berbicara di luar giliran, atau mengajak pengamen ke sekolah—semua mencerminkan dorongan spontan tanpa mempertimbangkan aturan sosial.

 Ego Totto-chan mulai berkembang saat ia masuk ke sekolah Tomoe Gakuen, di mana Kepala Sekolah Kobayashi memberikan ruang eksplorasi yang tetap dibingkai oleh realitas. Ego bekerja ketika Totto-chan belajar bahwa ia bisa mengekspresikan dirinya dengan cara yang diterima—misalnya, berbicara bebas dalam kelas tapi dengan batas waktu, atau memilih menu makan siang yang seimbang sesuai aturan sekolah.

 Sementara itu, Superego terbentuk melalui nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua dan guru, seperti pentingnya kejujuran, kerja keras, rasa hormat, dan empati. Superego Totto-chan tampak saat ia merasa bersalah karena mengecewakan ibunya, atau ketika ia mulai memahami perasaan teman-temannya yang berkebutuhan khusus. (*)

 

 

 

Penulis  Wafa Anggraini Wahyudin Mahasiswi Universitas Andalas

 s