Catatan Akhir Tahun 2017 KKI Warsi : Kawasan Hutan Jambi Semakin Darurat

Selasa, 19 Desember 2017 - 14:58:58


Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Rudi Syaf  Saat Memberikan Paparan Catatan Akhir Tahun 2017 Media Gathering.
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Rudi Syaf Saat Memberikan Paparan Catatan Akhir Tahun 2017 Media Gathering. /

Radarjambi.co.id,-Selasa,(19/12) Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menggelar media gathering dengan tema catatan akhir tahun darurat hutan jambi. Dalam media Gathering tesebut Warsi menjelaskan, tutupan hutan di Provinsi Jambi 2017 hanya tersisa seluas 930 ribu hektare atau hanya 18 persen dari luas daratan provinsi jambi.

Direktur Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Rudi Syaf mengatakan terus berkurangnya tutupan hutan di provinsi itu dipicu sejumlah aktivitas manusia seperti alih fungsi hutan, tambang ilegal dan perambahan liar. Berkurangnya tutupan hutan juga telah memicu berbagai masalah di Provinsi Jambi. Seperti bencana ekologis, konflik satwa dan manusia yang masih menjadi persoalan yang terus berulang.

"Tahun ini banjir dan longsor terjadi beberapa kali di sejumlah daerah di Jambi. Sebanyak tujuh orang kehilangan nyawa, ribuan mengungsi, ribuan rumah terendam, ribuan hektare sawah serta fasilitas umum seperti sekolah, mushala dan pusat kesehatan juga ikut terendam," jelas Rudi.

Menurut Rudi, kehilangan hutan yang berkorelasi dengan meningkatnya bencana ekologis itu harusnya menjadi perhatian bersama para pihak. Sebab menurutnya lagi masih ada harapan untuk menyelamatkan sumber daya alam dan memberikan harapan untuk generasi yang akan datang.

"Sejumlah kegiatan yang dilakukan WARSI misalnya terbukti mampu menghadang laju kerusakan hutan dan memberi peluang untuk peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Seperti mengembangkan dan mendorong percepatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM), yang merupakan salah satu solusi dalam menghadang deforestasi,"lanjutnya.

Saat ini, lanjutnya, tercatat sekitar 163 ribu hektare kawasan hutan yang dikelola dengan skema PHBM terbukti relatif tidak terjadi deforestasi. "Ini menunjukkan masyarakat mampu mengelola hutan mereka,"ungkapnya.

PHBM itupun kata Rudi sudah diaposi pemerintah ke dalam program perhutanan sosial, bahkan pemerintah menargetkan 12,7 juta hektare untuk program perhutanan sosial dan sembilan juta hektare untuk reforma agraria. Hanya saja program ini masih berjalan lambat dalam tahap implementasinya.

Padahal lanjut Rudi dengan perhutanan sosial yang sudah berjalan dan dikawal WARSI, kegiatan tersebut tidak hanya menghambat laju kerusakan hutan, namun juga terbukti mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.

"Untuk itu WARSI mendorong integrasi program PHBM dengan RPJMDes dan RKP Des berdasarkan Permendes 19/2017, karena intu sangat mungkin untuk menyelamatkan hutan sekaligus mengembangkan perekonomian masyarakat," kata Rudi.

Selain itu, untuk pemulihan dan rehabilitasi lahan terdegradasi dalam areal kerja PHBM dilakukan dengan pengayaan komoditi surian, kopi, durian, alpokat, cengkeh, jelutung, jeruk dan tanaman lainnya yang cocok dan dipahami masyarakat.

"Sedangkan di lahan gambut, kami mendorong perluasan model pertanian ramah gambut," katanya.
Langkah lainnya dalam penyelamatan hutan adalah memperbaiki perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Masyarakat marga Serampas misalnya menjaga hutan mereka dengan baik dan dilindungi negara dengan terbitnya peraturan daerah tentang perlindungan masyarakat hukum adat Serampas tahun lalu.

Sedangkan untuk meyakinkan masyarakat akan manfaat langsung hutan, sejak tiga tahun lalu dikembangkan perluasan inisiatif "pohon asuh".
"Awalnya pengasuhan pohon diinisiasi di Desa Rantau Kermas, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin. Kemudian melihat animo masyarakat yang kuat, pengasuhan pohon direplikasi di tempat lain mencakup Jambi, Sumatera Barat bahkan hingga ke Kalimantan Timur," tukasnya.

Reporter :Endang Haryanto.