Radarjambi.co.id, JAKARTA– Wakil Gubernur (Wagub) Jambi, Dr.Drs.H.Fachrori Umar.M.Hum mengharapkan agar pengelolaan hutan adat dapat dilegalisasikan untuk masyarakat. Harapan tersebut dikemukakan Wagub saat menjadi narasumber pada Focus Group Discussion (FGD) Konstitusionalitas Hutan Adat yang diselenggarakan oleh Research Center Media Group (RCMG) berkerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Media Indonesia dan Medcom.id, bertempat di Ruang Rapat Besar Media Indonesia, Senin (22/01/2018).
Wagub juga berharap supaya dengan diselenggarakannya FGD yang terkait pengelolaan Hutan Adat, bisa memfasilitasi lebih banyak lagi, agar Hutan Adat dapat dilegalisasikan keberadaannya untuk kemakmuran masyarakat.
FGD Konstitusionalitas Hutan Adat dibuka Direktur Pemberitaan Media Indonesia Usman Kansong, turut dihadiri Dirjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Suprianto, para narasumber dari berbagai daerah. FGD juga diisi dengan tanya jawab.
Pada kesempatan ini, Wagub menyampaikan, perlindungan dan pengelolaan Hutan Adat bukanlah hal yang baru di Provinsi Jambi. “Inisiatif melahirkan kebijakan pengakuan keberadaan hutan adat telah dimulai sejak awal dekade 1990-an ketika WWF mengembangkan program konservasi di Kabupaten Kerinci, dan secara lebih luas berkaitan dengan keberadaan TNKS. Namun, inisiatif mengenai pengakuan Hutan Adat baru-baru ini lebih banyak didorong oleh Pemerintah Daerah dan NGO lokal,” ujar Wagub.
“Pengertian hutan adat yaitu hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat, dalam putusan MK 35 secara tegas disebutkan bahwa Hutan Adat bukan lagi bagian dari hutan negara, kategori hutan hak didalamnya itu haruslah dimasukan. Hutan Adat, konsekuensinya itu adalah Pemerintah harus mengeluarkan Hutan Adat yang selama ini terlanjur ditetapkan sebagai hutan negara,” sambung Wagub.
Wagub menyatakan, pengakuan pengelolaan hutan adat tidak dapat terpisahkan dari hak masyarakat seperti dinyatakan dalam Undang-undang dasar 1945. “Pengakuan ini juga diartikan apresiasi terhadap nilai dasar dan identitas Indonesia seabgai sebuah negara,” tegas Wagub.
“Pada tanggal 30 Desember 2016 Presiden RI, Joko Widodo telah mengesahkan hutan adat yang berada di Indonesia dan 9 hutan adat yang telah ditetapkan 5 hutan adat berasal dari Provinsi Jambi, 4 dari Kabupaten Kerinci dan 1 dari Kabupaten Merangin, rinciannya antaranya 1) Hutan Adat Bukit Tinggi Desa Sei Deras Kecamatan Air Hangat Timur Kab. Kerinci seluas 41,27 Ha. 2) Hutan Adat Bukit Sembahyang dan Paduan Gelanggang Desa Air Terjun Kecamatan Siulak Kab. Kerinci seluas 39,04 Ha. 3) Hutan Adat Tigo Luhah Permenti yang Berenam Kab. Kerinci seluas 276 Ha. 4) Hutan Adat Tiga Luhah Kemantan Melayu Kerinci seluas 452 Ha dan 5) Hutan Adat Marga Serampas Kab. Merangin Seluas 130 Ha,” jelas Wagub.
“Tepatnya tanggal 25 Oktober 2017, Provinsi Jambi kembali memecahkan rekor dalam penetapan hutan adar secara nasional dari 9 lokasi hutan adat yang ditetapkan oleh Presiden RI, 6 hutan adat dari Provinsi Jambi, 4 dari Kabupaten Bungo dan 2 dari Kabupaten Merangin dengan rincian, 1) Hutan Adat Bukit Bajubang, Desa Senamat Ulu, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo seluas 223 Ha. 2) Hutan lindung Adat Belukar Panjang di Desa Batu Kerbau Kecamatan Pelepat Bungo seluas 326 Ha. 3) Hutan Adat Batu Kerbau Kecamatan Pelepat Bungo seluas 323 Ha. 4) Hutan Adat Bukit Pintu Koto Desa Ngaoi Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin seluas 278 Ha. 5) Hutan Adat Pelepat Dusun Batu Kerbau Kecamatan Bungo seluas 821 Ha, dan 6) Hutan Adat Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo di Desa Pulau Tengah Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin seluas 525 Ha,” lanjut Wagub.
Wagub mengatakan, Provinsi Jambi memiliki lebih kurang 38 hutan adat yang tersebar di 4 Kabupaten, yaitu Kerinci, Merangin, Sarolangun dan Bungo, jumlah hutan adat yang telah ditetapkan melalui SK Kementerian sebanyak 11 Hutan adat dan yang belum ditetapkan sebanyak 27 hutan adat.
Pada sesi wawancara, Wagub menjelaskan, dari hasil laporan dari berbagai daerah, Provinsi Jambi termasuk aman masalah hutan adat. “Daeah luar Jambi dapat kita lihat seperti Banten, Jawa Barat, dan Papua, untuk itu akan dipelajari bagaimana sesungguhnya agar hutan adat dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. “Kita akan melibatkan pemangku adat di daerah-daerah agar bisa memfasilitasi masyarakat bisa memafaatkan hutan adat untuk kemakmuran masyarakat banyak,” ungkap Wagub.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yang diwakili Dirjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Suprianto menyampaikan, pengaturan mengenai keberadaan hak-hak masyarakat dalam pengukuhan kawasan hutan telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 b, 28 i dan 23 yang di pertegas dengan Tap MPR No. IX 2001 Kepres No. 111/1999.” yang memutuskan bahwa hutan adat bukan lagi termasuk hutan negara, tetapi menjadi hutan hak yang diperkuat Keputusan Makamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012.
“Ada beberapa persoalan yang timbul di lapangan, karena instrumen-instrumen pendukung yang dibutuhkan dalam mendapatkan pengakuan hutan adat sebagai hutan hak tidak berjalan mulus. Salah satu instrumen hukum tersebut adalah lamanya peraturan daerah tentang pengakuan kelompok sebagai sebuah komunitas adat,” terang Bambang.
Lebih lanjut bambang menjelaskan, salah satu syarat bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengeluarkan putusan penetapan kawasan hutan adat adalah adanya peraturan daerah (Perda). “Masalahnya, Perda merupakan produk politik legislatif penuh dengan dinamika, yang tidak bisa diputuskan dalam waktu singkat, bisa jadi sengkarut persoalan ini dijadikan terobosan dengan menjadikan pengakuan kelompok masyarakat sebagai komunitas adat menjadi rezim kepala daerah bukan lagi masuk dalam ranah anggota Dewan,” pungkas Bambang. (adv).
Bupati Cek Endra Terima Penghargaan Predikat WTP Dari BPK RI Jambi
Tingkatkan Perlindungan Konsumen, Satgas PASTI Lakukan Soft Launching Indonesia Anti-Scam Centre