Radarjambi.co.id - MUARABULIAN - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kabupaten Batanghari memberikan deadline ke Tenaga Kerja Asing (TKA) PT Super Home Product Indonesia (SHPI).
Masalahnya, deadline ini diberikan karena TKA perusahaan yang bergerak di bidang cosmetic belum menyerahkan IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing) dari Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia.
"Ada satu perusahaan yang IMTA sudah kadaluarsa, yaitu PT. SHPI di wilayah Sungai Buluh, Kecamatan MuaraBulian, Kabupaten Batanghari," kata Kepala Dinas Nakertrans Kabupaten Batanghari, Syargawi.
Diterangkannya, PT SHPI memiliki TKA berjumlah 5 orang berkebangsaan Cina. Mereka adalah Tan Yongtai, Li Wenxiang, Xu Wenfeng, Li Wenzhong dan Bin Cai.
"Sesuai dengan UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 48 tentang ketenagakerjaan berbunyi, pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir," jelasnya.
Agar dapat bekerja kembali, kata Syargawi, TKA PT SHPI harus mengurus kembali perpanjangan IMTA ke Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia.
"Kami telah melakukan Sidak ke perusahaan tersebut, dua orang WNA telah pulang ke negara asal. Tiga orang masih ada. Karena mereka tidak bisa berbahasa indonesia, kami sulit untuk berkomunikasi," tutur Syargawi.
Dinas Nakertrans Kabupaten Batanghari telah menerima kehadiran penerjemah PT SHPI. Mereka membawa surat dari Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia, perihal perpanjangan IMTA dan RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing).
"Namun dokumen-dokumen IMTA mereka belum bisa di ambil dengan alasan mereka libur tahun baru. Makanya belum bisa ke Jakarta. Tapi, mereka kami kasih deadline, apabila dalam Januari belum dapat memberikan hard copy, maka akan di ambil tindakan berupa mengusir mereka," tegasnya.
Menurut Syargawi, PT. SHPI berdiri sejak tahun 2018. Hanya saja dirinya tidak begitu tahu pasti bulannya. Celakanya lagi, laporan perusahaan secara tertulis berapa jumlah pekerja dan struktur perusahaan tidak ada.
"Struktur perusahaan belum punya. Mereka belum berproduksi, baru dalam tahap mengerjakan, tapi belum melakukan ekspor hasil perusahaan," sebutnya.
"Kita sudah panggil, mereka harus ikut aturan menyangkut masalah ketenagakerjaan," tambahnya.
Syargawi menekankan agar perusahaan menentukan tenaga kerja yang kontrak dan harus di berikan SK.
Kemudian strukturnya harus jelas dan harus membayar upah sesuai UMP (Upah Minimum Provinsi).
"Seluruh pekerjanya harus diikutsertakan dalam BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Mereka sudah membuat kesepakatan, mereka juga akan mengikuti aturan yang ada di Indonesia, karena mereka investasi di Indonesia.
Itu yang kita tegaskan kepada mereka," tuturnya.
Berdasarkan data Dinas Nakertrans Kabupaten Batanghari, TKA berstatus legal di Kabupaten Batanghari berjumlah 13 orang tersebar di Tiga perusahaan berbeda. 13 TKA telah memenuhi syarat sebagai pekerja sesuai dengan izin yang dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Perusahaan pertama adalah PT Aneka Bumi Pratama (ABP).
Perusahaan ini bergerak di bidang karet dengan jumlah TKA 2 orang. Perusahaan kedua adalah PT Jambi Wood Industry (JWI).
Perusahaan ini bergerak di bidang kayu dengan jumlah TKA 6 orang. Sedangkan perusahaan ketiga adalah PT Super Home Product Indonesia (SHPI). Perusahaan ini bergerak di bidang cosmetic dengan jumlah TKA 5 orang.
Reporter : Didi
Editor : Ansori
Pejabat Pemkab Sarolangun Eselon II, III dan IV Wajib Ikuti Shubling
Pejabat Segera Direshuffle Pejabat Shubling Jadi Indikator Penilaian
Pj Wali Kota Jambi Lepas Logistik Pilkada Di 943 TPS Dalam Kota Jambi