Radarjambi.co.id-Speech delay makin sering dijumpai pada anak-anak usia dini. Istilah speech delay sendiri mengacu pada proses keterlambatan penguasaan bahasa atau bicara yang tidak sesuai dengan usia anak.
Beberapa orang tua tidak menyadari atau menganggap speech delay sebagai hal biasa yang dialami oleh anak. Meski terkadang terlambatnya penguasaan bahasa atau bicara anak ini sifatnya sementara, di beberapa kasus, kondisi ini bisa jadi pertanda adanya gangguan dalam tumbuh kembang anak.
Orang tua perlu mendeteksi sejak dini apakah buah hatinya mengalami speech delay atau tidak. Menurut ahli bahasa Aitchison (1976), mulai dari usia 6 minggu, seharusnya bayi sudah bisa melakukan cooing atau pra-ngoceh.
Bayi akan memproduksi bunyi yang mirip dengan bunyi vokal secara spontan atau bereaksi dengan memproduksi bunyi. Bunyi-bunyi ini belum bisa dipastikan karena belum terdengar dengan jelas.
Pada usia 6-12 bulan, bayi sudah mulai melakukan babbling atau ngoceh. Pada tahap ini, bayi menghasilkan celotehan dengan mencampurkan konsonan dan vokal secara serentak, seperti mama, dadada, tatatata, dan sebagainya.
Pada usia ini, bayi juga akan mulai meniru pola intonasi. Di usia 1 tahun, anak sudah bisa mengucapkan tuturan satu kata dengan lebih jelas, seperti mama, papa, meong.
Pada usia 18 bulan, anak bisa menyebutkan kata yang mempunyai arti meliputi nama orang, binatang, dan benda-benda. Pada tahap ini, anak mengucapkan tuturan dua kata. Saat anak mengantuk, ia akan bilang, mama bobok.
Ini akan berkembang menjadi lebih sempurna menjadi mama, dedek mau bobok. Anak bisa bicara dengan baik di usia 2 tahun. Anak juga sudah mulai memunculkan awalan dalam bicara, misalnya kakak memukul adik.
Saat 2,5 tahun, anak sudah menguasai kalimat tanya dan menggunakan kata negasi atau ingkar, contohnya Kapan ayah pulang?.
Selain alasan medis, seperti riwayat keluarga, kelainan organ bicara, gangguan pendengaran, autisme, dan riwayat sakit, hal lain yang menyebabkan terjadinya speech delay pada anak adalah pola pengasuhan.
Kurangnya stimulasi bahasa yang diberikan oleh orang tua, screen time yang berlebihan (pemakaian gawai atau menonton televisi yang terlalu lama), dan kurangnya interaksi antara orang tua dan anak juga bisa menjadi penyebab speech delay pada anak.
Di Indonesia sendiri, kasus speech delay kian meningkat dengan adanya pandemi. Interaksi dan aktivitas sosial anak berkurang seiring dengan pembatasan sosial dan peningkatan intensitas serta jangka waktu penggunaan perangkat digital di masa pandemi.
Peran orang tua dalam pola asuh anak menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kasus speech delay. Salah satu cara sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan reading aloud atau membacakan nyaring.
Membacakan buku cerita dengan nyaring memungkinkan interaksi dua arah dan menstimulasi bahasa pada anak dalam wujud lisan, gambar, maupun tulisan; tidak seperti saat menonton televisi atau video dari gawai yang memperdengarkan sedikit kata, tidak menstimulasi bicara dengan menggerakkan mulut, dan kurang memberikan contoh kata dalam bentuk tertulis.
Saat orang tua membacakan buku cerita dengan nyaring, kemampuan berbahasa dan komunikasi anak akan terlatih dan berkembang. Rutinitas membacakan nyaring sejak dini akan memperkaya perbendaharaan kosa kata anak.
Pertanyaan anak mengenai kata yang belum ia pahami akan membuatnya mengenal kata-kata baru. Ini akan menstimulasi anak cepat bicara. Manfaat positif dari membacakan nyaring selanjutnya adalah mengenalkan konsep huruf.
Anak akan terbiasa melihat berbagai bentuk dari huruf-huruf, belajar menyusun huruf demi huruf, dan membentuk beragam kata. Ini akan menstimulus kemampuan membacanya.
Kemudian, membacakan nyaring juga mengembangkan kemampuan berbicara anak, terutama dalam pelafalan huruf dan kata. Hal ini akan membuat anak memahami kata dan kalimat dengan lebih baik melalui meniru. Secara tidak langsung, anak belajar berkomunikasi yang baik.
Jadi, mari kita menyempatkan waktu untuk membacakan buku cerita secara nyaring pada anak ya, sebagai upaya stimulasi bahasa pada anak. Cukup 15 menit seharinya, secara rutin, dari setiap orang tua pada setiap anak. Salam Literasi!. (*)
Penulis : Rahmi Munfangati, S.S., M.Pd., Dosen Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UAD, anggota Komunitas Read Aloud Jogja
Berpetualang Dengan Bergentayangan Bersama Intan Paramadhita
Partisipasi Petani Dalam Konservasi Lahan Pertanian di Lahan Kering
Bangun Sinergi dan Kolaborasi, Pemkot Gelar Forum Satu Data Kota Jambi