Radarjambi.co.id-Berbicara tentang kota Yogyakarta, pasti akan spontan membayangkan tentang pariwisatanya, budayanya, makanan khasnya, suasananya,
Pasar Kembangnya dan lain sebagainya. Kota yang terkenal dengan istilah kota pelajar ini telah menjadi buah bibir karena beberapa hal.
Salah satunya kendaraan khas yang biasa dipakai untuk berpariwisata maupun antarjemput konvesional umumnya, yaitu becak.
Kini, becak telah menjadi objek aikonik di Yogyakarta. Salah satu tempat beroperasi alias tempat mangkal becak yaitu berada di sepanjang Malioboro.
Di sana terdapat banyak becak yang sedang menunggu wisatawan yang entah kecapekkan, penasaran, atau yang benar-benar digunakan sebagai kendaran harian.
Namun, kini becak mempunyai dua jenis. Yaitu becak kayuh (becak tradisional) dan becak motor (bentor).
Seperti namanya, becak kayuh adalah becak yang masih tradisional pengoperasiannya atau masih menggunakan tenaga manusia dalam menjalankannya.
Sedangkan becak motor (bentor), telah dikembangkan menggunakan mesin sepeda motor yang dimodifikasi menjadi setengah becak setangah lagi sepeda motor.
Banyak faktor yang menyebabkan perubahan pada becak. Salahsatunya adalah faktor kepraktisan. Dengan menggunakan tenaga mesin, becak menjadi lebih cepat.
Namun, masyarakat yang menggunakan becak motor kebanyakan hanya ingin cepat sampai dan kurang menikmati perjalanan. Berbeda dengan becak tradisional.
Kecepatan becak tentu saja tergantung pada pengayuhnya. Makin mood tukang becak untuk mengayuh, maka makin kencang becak melaju.
Tetapi, becak tradisional memanglah becak yang notabene masih asli yang berfokus untuk menikmati perjalanan dan mempertahankan estetika ketika di jalan.
Tidak heran, jika kedua becak saling melengkapi tergantung siapa dan kebutuhan apa yang dipakai.
Tidak sedikit tukang becak yang pada mulanya dikayuh, beralih menjadi bentor.
Selain lebih mempersingkat waktu untuk sampai ke tujuan bagi penumpangnya, tenaga yang dipakai untuk mengoperasi becak tidak terbuang terlalu banyak.
Karena, hal tersebut juga termasuk modal yang diberikan dalam mengayuh becak tradisional. Berbeda dengan becak yang menggunakan mesin.
Hanya bermodal bensin, becak kian dapat melaju ke mana-mana tanpa terlalu memikirkan tenaga.
Dengan adanya dua jenis becak tersebut, masyarakat dapat memilih. Namun, dengan hadirnya bentor yang makin lama kian makin banyak, kini becak menjadi hilang kepribadian maupun hilang kekhasannya.
Alih-alih mendapatkan respon yang baik, namun justru malah sebaliknya. Bentor sering dianggap mengganggu keestetikan yang akhirnya berimbas pada kenyamanan masyarakat.
Tidak hanya itu, bentor juga dapat menyebabkan polusi suara dan udara. Dapat dilihat, kebanyakan dari bentor menggunakan mesin berkapasitas 2 tak yang mengeluarkan suara berlebih dan mengeluarkan asap.
Hal tersebut makin memberikan efek buruk bagi alam dan sekitarnya. Keselematan akan berkendara juga kurang diperhatikan.
Dalam berkendara menggunakan mesin, otomatis penumpang seharusnya juga diberikan fasilitas pengaman seperti helm.
Namun, faktanya saat menjadi menumpang, kenyamanan dipertanyakan kembali. Tidak mungkin penumpang yang umpek-umpekan memakai helm secara bersamaan.
Sekarang zaman bukan lagi mencari tahu menahu yang belum diketahui. Pola hidup di zaman sekarang terlebihlagi generasi masa kini seharusnya adalah mengetahui dan diketahui, lalu mengembangkan dengan cara yang kreatif dan inovatif.
Seperti dikutip pada webside Harian Jogja, PT Gaya Abadi menciptakan kendaraan listrik yang bernama ”SELIS.”
Kemajuan teknologi dapat digunakan untuk mengembangkan objek yang sudah ada menjadi lebih moderen, efektif, dan estetis untuk subjeknya.
Kini pembaharuan yang dilakukan PT Gaya Abadi adalah menyulap kendaraan becak menjadi bertenaga listrik.
Inovasi kendaraan listrik yang dilakukan PT Gaya Abadi telah dilakukan sejak tahun 2011. Hingga tahun ini yang akan dilakukan perilisan becak berkapasitas listrik.
Beberapa becak telah diujicobakan turun ke jalan. Tujuannya adalah menguji kelayakan dan kenyamanan becak yang perlu diperhatikan.
Becak listrik garapan PT Gaya Abadi tentu saja tidak sertamerta fokus kepada sistem operasi saja. Namun, estetika tetap diperhatikan.
Dengan mempertahankan bentuk becak yaitu becak kayuh (tradisional) otomatis juga mempertahakan kekhasan kendaraan tersebut yang berimbas pada ketetapan kepribadian becak yang sedari dulu memang dikayuh.
Dengan menggunakan tenaga listrik, becak menjadi lebih terjaga dari polusi suara dan polusi udara.
Suara yang dihasilkan tenaga listrik lebih minim, bahkan hampir tidak terdengar. Hal tersebut juga berkaitan dengan efek saat sedang digunakan, yaitu tidak mengeluarkan asap sedikit pun.
Dengan mempertahankan keestetikan secara bentuk dan menjaga keseimbangan alam, becak listrik menjadi tunjangan baru bagi kendaran umum yang memiliki masa depan yang yang gemilang.
Pengembangan ini tentu saja diapresiasi dan diterima oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan masyarakat setempat.
Masyarakat merasa, bahwa pembaharuan ini dapat berimbas dan mengurangi pencemaran lingkungan di Yogyakarta. Dapat disaksikan, kendaraan di kota pariwisata ini sudah tidak terhitung lagi banyaknya.
Menyadari bahwa Yogyakarta kini menjadi tempat wisata nomer satu, sehingga pendatang yang sekadar mampir maupun yang menetap pun menjadi melimpah. Alhasil menyebabkan memperkecil ruang gerak.
Saya sebagai warga Yogyakarta, di masalalu tentu saja pernah memikirkan hal yang sama dan penuh tanya : Mengapa tidak menciptakan becak listrik dam mempertahankan keestetikannya?
Namun, pada dewasa ini, angan-angan saya telah terealisasikan melewati PT Gaya Abadi.
Tentu saja kabar tersebut menjadi kebahagiaan tersendiri bagi warga asli Yogyakarta, terutama kekhawatiran tentang maraknya bentor yang merusak lingkungan maupun keestetikan.
Tidak hanya itu, becak yang berganti dengan tenaga listrik diharapkan dapat memikat daya tarik wisatawan.
Sehingga mereka dapat mencoba, membandingkan, hingga kritik dan saran untuk perbaikan ke depan. Adakalanya sebuah perubahan yang diciptakan bersifat membangun.
Dengan hadirnya inovasi yang apik, dapat bermanfaat dari segi fisik maupun batin kepada manusianya.
Becak Listrik adalah sebuah bukti bahwa lingkungan masih ada yang memperhatikan, walau sifatnya perlahan-lahan.(*)
Penulis : Khaidar Naufal Pasingsingan. Mahasiswa PBSI Universitas Ahmad Dahlan. Mengikuti kelompok belajar sastra di Jejak Imaji.
Mengoptimalkan Pembelajaran Melalui Numerasi dan Literasi Digital
Surplus Neraca Perdagangan RI Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurun Tetapi Masih Banyak Pengangguran? Ini Solusinya
Pj Wali Kota Jambi Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Dan Lepas Tim Gabungan Penertiban APK Pilkada