Literasi Kebudayaan Khas Banten

Jumat, 29 April 2022 - 14:12:28


Nurul Adisty Adinda Melani
Nurul Adisty Adinda Melani /

Radarjambi.co.id-Banten adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000.

Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang. Banten berasal dari kata ‘Bantahan’, yang mana dahulu saat Belanda ingin menguasai Banten, banyak aturan-aturan yang dibuat, dan masyarakat Banten, tidak mau tunduk pada aturan-aturan yang ditetapkan.

Banten ini memiliki sejarah yang menarik, terlebih lagi dalam hal kebudayaannya. Dimana banten mayoritas masyarakatnya menerapkan kebudayaan sunda, Banten memiliki kebudayaan yang unik dan juga sangat menjaga kearifan lokal budaya tersebut yaitu seni bela diri Pencak silat, Debus, Rudat, Peringatan maulid nabi, Ziarah.

Pencak silat sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah, pencak silat juga menjadi bagian dari latihan spiritual.

Debus ini mempertunjukan kemampuan manusia luar biasa dalam atraksinya yang dimana menusukkan paku pada lidah atau menggoreskan golok pada tangan dan bagian tubuh lainnya.

Debus juga merupakan kesenian bela diri dari Banten, ini diciptakan pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570).

Tak hanya pencak silat dan debus saja ada juga rudat, peringatan maulid nabi, ziarah. Rudat adalah kesenian tradisional khas Banten yang merupakan perpaduan unsur tari, syair shalawat, dan olah kanuragan yang berpadu dengan tabuhan terbang dan tepuk tangan.

Rudat mulai ada dan berkembang pada masa pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten II, Pangeran Surosowan Panembahan Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580 M).

Dalam tradisi ngeropok atau biasa disebut dengan memperingati Maulid Nabi, dalam peringatan hari kelahirannya Nabi Muhammad S.A.W, di beberapa daerah biasanya membuat kreasi hantaran atau parcel berukuran besar yang disebut panjang mulud semenarik mungkin kemudian dikumpulkan di masjid lalu memanjatkan doa, shalawat secara bersama-sama.

Ada juga selama bulan Ramadhan masyrakat banten ini melakukan tradisi qunutan yang dilakukan oleh masyarakat pada tanggal 15 Ramadhan. Mereka membuat ketupat dan pada malam harinya ketupatnya dibawa ke masjid atau musholla.

Setelah tarawih mereka makan ketupat bersama-sama. Ada juga tradisi ziarah ke makam raja dan syekh penyebar ajaran agama Islam ini yang berada di Kawasan banten lama tepatnya di masjid agung banten.

Pada tradisi ini untuk memanjatkan doa para raja dan syekh, dan kita juga bisa belajar mengenai sejarah penyebaran agama Islam dan Kesultanan Banten.

Kebudayaan atau tradisi tersebut sangatlah cocok untuk kita ketahui dan memahaminya terutama bagi masyarakat, karena kita bisa lebih tahu serta menambah literasi pengetahuannya tentang kebudayaan tersebut.

litrasi budaya ini merupakan kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Literasi budaya bisa tergambarkan lewat perilaku, makanan, pakaian, seni dan upacara.

Yang semuanya ini merupakan ekspresi dari nilai, tradisi, pola pikir, keyakinan, persepsi, dan status. Jadi agar lebih tahu dengan kebudayaan kita bisa melihat atau mencari-cari melalui internet, bisa juga dengan menanyakan kepada orang tua tentang budaya yang ada didaerah kita.

Kebudayaan ini banyak sekali nilai-nilai adat istiadat yang dapat diambil dari literasi budaya tersebut. dari segi pencak silat, debus, qunutan, dan ziarah. Terutama pada tradisi ziarah saya harap mampu membangkitkan geliat ekonomi masyarakat lokal dengan berjualan berbagai macam kebutuhan bagi para peziarah.

Ziarah di banten ini bisa dibilang cukup terkenal hingga diberbagai daerah. Pada tempat ziarah di banten ini sudah diperbaruhi dan memiliki tempat-temapat yang cukup bagus dan menarik untuk kita kunjungi.

Jika tingkat literasi budaya kita tinggi, maka kita akan menyadari pentingnya literasi, perlu kita membuka diri untuk bisa mengenali secara proaktif budaya lainya yang akhirnya menerima dan berujung dengan respek.

Lebih jauh lagi, kita beradaptasi dan mengikuti perilaku dan budaya masyarakat tempat kita tinggal. Di mana kaki berdiri, di situ ada langit. Jika kita bisa menjadikannya cara hidup.

Dengan itu literasi budaya ini tidak hanya untuk individu saja melainkan juga untuk masyarakat. Agar tahu bahwa literasi itu untuk meningkatkan kemampuan memahami, menghargai dan menerapkan pengetahuan tentang kebudayaan.

Jadi dilakukannya ini untuk mengatasi masalah rendahnya kecintaan dan pemahaman terhadap budaya daerahnya atau budaya daerah lainnya yang ada di Indonesia.(***)

 


Penulis : Nurul Adisty Adinda Melani, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.