Pendidikan Mental, Apakah diperlukan ?

Rabu, 20 Juli 2022 - 22:59:54


Vera Yunita
Vera Yunita /

Di era globalisasi 4.0 yang terus menerus menunjukkan eksistensinya saat ini, pendidikan formal dijadikan sebagai acuan atau tolak ukur untuk menilai kecerdasan seseorang.

Anak akan dikatakan pintar dan cerdas jika mempunyai nilai atau Indeks Prestasi (IP) yang tinggi. Bahkan, kebanyakan masyarakat di negeri ini menganggap bahwa mereka yang bersekolah atau berkuliah di tempat-tempat mahal dan berkelas pasti akan lebih sukses dari orang lain.

Kondisi seperti ini tentu memberikan dampak yang luar biasa bagi anak. Oleh karena itu, selain pendidikan formal , pendidikan mental juga perlu diberikan. Dan orang tua serta keluarga memiliki peran utama dalam perkembangan dan pendidikan mental bagi anak.

Jurnalis sains sekaligus penulis, Daniel Goleman melalui bukunya Emotional Quotien menyarankan bahwa Emotional Quotient (EQ) mungkin lebih penting dari Intellegence Quotient (IQ) buku tersebut terbit pada 1996 silam.

Dia mengatakan bahwa beberapa psikologi menganggap bahwa standar dalam pengukuran Intellegence Quotient (IQ) terlalu sempit dan tidak menunjukkan kecerdasan manusia secara utuh.

Sebaliknya kemampuan memahami dan mengekspresikan emosi dapat memegang peran yang teratas, bahkan lebih penting dalam cara seseorang menjalani hidup. (dikutip dari:https://edukasi.okezone.com/read/2022/01/24/623/2536933/penting-mana-iq-atau-eq-ini-pendapat-ahli).Walaupun IQ menjadi tolak ukur , tetapi EQ ( Emotional Quotient ) juga tak kalah penting.

Kita dapat mengambil satu perumpamaan, sepasang suami istri yang berprofesi sebagai dokter dan pengacara mereka mempunyai 3 orang anak yang mereka didik dengan didikan belajar Jepang.

Sebagaimana yang kita tahu bahwasanya penerapan belajar di jepang dan Indonesia tentu mempunyai kultur yang berbeda.

Hal penting yang perlu kita ketahui, ayah dan ibu dari 3 orang anak tersebut memang berhasil dalam mendidik anak mereka dalam hal intelektual akademis namun tidak dari segi mental mereka.

Ketiga dari mereka atau salah satu dari mereka tentu akan ada yang merasa tertekan bahkan mengalami gangguan mental.

Generasi milenial pada dewasa ini adalah target utama yang dominan untuk mengalami gangguan mental. Perlu bagi setiap individu memberikan pendidikan mental sejak dini kepada anak-anak atau kepada diri sendiri.

Pendidikan mental yang bisa diterapkan adalah penerapan nilai-nilai kehidupan. Tidak hanya fokus untuk mengajarkan anak pintar matematika, mengelola keuangan , mahir segala bahasa namun juga dengan berbicara di depan umum atau bermusyawarah.

Mental anak yang kuat adalah mereka yang mampu menahan segala reformasi yang terjadi dalam realitas kehidupan.

Ada beberapa cara yang dapat diajarkan untuk memberikan pendidikan mental anak sebagai berikut :

1. love myself ( cintai diri sendiri)

Dengan mengajarkan cara mencintai diri sendiri sejak dini dapat menumbuhkan rasa percaya diri , mengapresiasi usaha sendiri dan tidak mudah merasa tidak mampu untuk melakukan sesuatu.

2. Memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya

Ajarkan kepada anak-anak di usia dini untuk melakukan tugas yang dapat melatih kepemimpinan, kemandirian dan sebagainya.

3. Berikan apresiasi atas kerja keras yang dilakukan

Anak yang ketika melakukan sesuatu yang bernilai positif lalu diberi apresiasi atau reward akan cenderung bertambah semangatnya untuk melakukan lebih banyak hal positif lainnya. (*)

 

Penulis : Vera Yunita, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP Universitas Ahmad Dahlan,Yogyakarta.