Hari Pahlawan: Ki Hajar Dewantara untuk Perjuangan Pendidikan Indonesia

Kamis, 10 November 2022 - 14:32:49


Hilman Yusra
Hilman Yusra /

10 November ditetapkan sebagai hari pahlawan, hal ini untuk memperingati atas jasa para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. 10 November ditetapkan sebagai hari pahlawan, upaya mengenang suatu peristiwa heroik yang terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya yang terjadi selama kurang lebih 3 minggu dan memakan puluhan ribu korban jiwa.

Para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia adalah mereka yang berani maju melawan para penjajah demi kepentingan bersama. Meski sudah berpuluh-puluh tahun telah berlalu, semangat para pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan tetap tinggal bersama rakyat Indonesia.

Salah satu bukti tidak padamnya semangat para pahlawan adalah dengan peringatan hari pahlawan yang selalu dimeriahkan baik dengan upacara bendera ataupun acara-acara lain seperti perlombaan, event, atau pawai.

Namun, selain menunjukkan semangat dalam memperingati hara pahlawan dengan melakukan berbagai macam kegiatan, terdapat satu cara sederhana yang dapat dilakukan sebagai bentuk dari memperingati hari pahlawan, yaitu dengan meniru semangat para pahlawan dalam belajar.

Generasi muda adalah pondasi utama bagi suatu negara dalam membangun masa depan yang lebih baik. Kualitas generasi muda itu sendiri dapat dilihat dari seberapa banyak mereka mampu memberikan kontribusi pada negara mereka dan hal tersebut dapat dilakukan dengan belajar dengan giat.

Namun, semakin hari generasi muda justru tenggelam dalam kemudahan dan kecanggihan teknologi yang membuat mereka seringkali terbuai sehingga tidak sedikit yang proses belajarnya terganggu.

Tentu saja hal ini sangat memprihatinkan karena waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar justru digunakan untuk bermain yang bahkan dapat membuat mereka melakukan hal-hal di luar norma kesopanan demi menarik popularitas.

Jika menilik kembali sejarah kehidupan para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, maka akan ditemukan banyak sekali nilai kehidupan yang dapat diambil salah satunya adalah dalam belajar.

Di era sebelum kemerdekaan, Indonesia adalah salah satu negara yang mana masyarakatnya sangat sedikit yang mengenal huruf atau merasakan bangku sekolah.

Maka tak salah jika para penjajah pada saat itu menyebut Indonesia sebagai sekumpulan manusia yang bodoh karena mau dimanfaatkan demi kepentingan mereka.

Pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan karena pendidikan tidak hanya mengajarkan tentang matematika, fisika, kimia atau lain-lain akan tetapi dengan mendapatkan pendidikan manusia dapat berpikir lebih jauh sehingga mereka dapat memutuskan keputusan yang lebih baik ketimbang dengan keputusan yang dibuat saat tidak memiliki pendidikan sama sekali.

Bagi masyarakat Indonesia di masa sebelum kemerdekaan belajar di sekolah adalah suatu hal yang mewah sehingga tidak semua orang bisa merasakannya berbeda dengan masa setelah kemerdekaan, di mana hakhak rakyat Indonesia mulai diperjuangkan termasuk hak dalam mengenyam pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan tidak memandang latar belakang mereka.

Para pahlawan yang memberikan kontribusi besar di dunia pendidikan seperti Ki Hadjar Dewantara, Raden Ajeng Kartini, dan K.H Hasyim Asy’ari.

Seperti halnya Ki Hadjar Dewantara atau yang lebih dikenal Bapak Pendidikan Indonesia memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Ki Hadjar Dewantara terlahir dari kalangan ningrat yang memberikannya lebih banyak kesempatan untuk dapat merasakan pendidikan karena pada masa penjajahan Belanda keluarga ningrat memiliki hak lebih di dunia pendidikan dibandingkan dengan keluarga yang biasa saja.

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 mei 1889. Sebagai bangsawan Jawa, Ki Hajar Dewantara menyenyam Pendidikan Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah rendah untuk anak-anak Eropa.

Kemudian Ki Hajar Dewantara memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA) atau yang juga sering disebut dengan Sekolah Dokter Jawa.

Namun sayangnya, karena kondisi kesehatannya yang tidak mendukung, akhrnya Ki Hajar Dewantara tidak bisa menamatkan pendidikannya di sekolah ini. Di samping itu, Ki Hajar Dewantara juga pernah mengenyam pendidikan di Kweek School (Sekolah Guru) yang berada di Yogyakarta.

Ki Hajar Dewantara yang merupakan figur dari keluarga bangsawan Pakualaman, beliau memiliki kepribadian yang sederhana dan juga sangat dekat dengan rakyat (Kawula).

Ki Hajar Dewantara memiliki sifat yang peduli pada lingkungan sekitarnya sehingga jiawabnya menyatu melalui Pendidikan dan budaya lokal (Jawa) untuk bisa mencapai kesetaraan sosial-politik dalam masyarakat kolonial. Rasa pedulinya terhadap masyarakat Indonesia menjadi semangat tersendiri bagi beliau untuk memperjuangkan hak-hak kesetaraan masyarakat Indonesia terutama dalam dunia pendidikan.

Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap pendidikan Indonesia, ia mendirikan sebuah institusi pendidikan yakni Perguruan Nasional Taman Siswa yang menjadi cikal bakal sistem pendidikan di Indonesia.

Perguruan Nasinal Taman Siswa adalah lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi kelas bawah untuk dapat memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun ornagorang Belanda.

Perguruan ini memiliki metode yang berbeda karena mengubah metode pengajaran kolonial yaitu dari sistem pendidikan “perintah dan sanksi” ke pendidikan pamong sangat menekankan pendidikan akan pentingnya rasa kebangsaan kepada peserta didik supaya mereka dapat mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Di samping sibuk dalam dunia pendidikan yang sedang ia perjuangkan hak-hak pribumi, Ki Hajar Dewantara tetap rajin dalam berkarya dengan menulis. Tema tulisan Ki Hajar Dewantara beralih dari hal-hal yang berkaitan dengan politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasam kebangsaan.

Akhirnya, melalui tulisantulisannya Ki Hajar Dewantara berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi sistem pendidikan di Indonesia. Ki Hajar Dewantara juga merupakan orang yang mencetuskan konsep Trilogi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), trilogi artinya tiga hal yang saling bertaut atau bergantung satu sama lain. Bahkan konsep ini juga dijadikan sebagai pijakan yang sering disebut dengan Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.

Ing Ngarsa Sung Tuladha artinya pendidik yang berada di depan hendaknya menjadi contoh, Ing Madya Mangun Karsa artinya seseorang di tengah harus juga mampu melibatkan diri membangkitkan atau menggugah semangat yang ada, dan Tut Wuri Handayani yang artinya seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang.

Dengan berbagai macam kontribusi Ki Hajar Dewantara di dunia pendidikan dan juga politik membawa Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pertama Indonesia pada tahun 1950 dan diangkat menjadi pahlawan nasional pada tahun 1959, dab bahkan hari kelahirannya ditetapkan sebagai hari pendidikan nasional.

Dari perjuangan para pahlawan ini lah, dapat kita ketahui bahwa mereka tidak pernah menyerah untuk belajar dan semua itu didasari atas rasa kepedulian nasional dengan tujuan untuk membawa rakyat Indonesia menuju kemerdekaannya yang tidak hanya status belaka melainkan merdeka dalam hak-hak sebagai manusia.

Oleh karena itu, sudah seharusnya sebagai rakyat Indonesia yang memiliki rasa terima kasih dan hormat kepada para pahlawan yang sudah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia hingga menjadikan negara yang memiliki kesamaan hak di berbagai macam aspek dan salah satunya Pendidikan.

Setidaknya meneruskan rasa semangat dalam belajar dengan tujuan mampu menjadi salah satu warga negara yang bisa memberikan kontribusi bagi kemakmuran rakyat Indonesia di masa depan.

(Hilman Yusra, S.Pd., M.Pd. Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi)