Hari Buku di Ibukota Buku Dunia

Senin, 24 April 2023 - 08:30:45


/

Radarjambi.co.id-Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia (World Book and Copyright Day) ditetapkan pertama kali oleh UNESCO pada tanggal 23 April 1995 di Paris.

Tanggal 23 April dipilih UNESCO sebagai peringatan wafatnya William Shakespeare dan penulis sejarah terkemuka Spanyol Inca Garcilaso de la Vega.

Uniknya penulis terkenal lainnya seperti William Wordsworth, David Halberstam dan Miguel de Cervantes juga wafat pada tanggal yang sama.

World Book and Copyright Day merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh UNESCO guna mempromosikan aktivitas membaca, menerbitkan buku dan menghormati adanya hak cipta.

Mulai tahun 2022-2032, UNESCO memprioritaskan promosi terhadap keragaman bahasa, keragaman lingustik dan berbagai bentuk sastra termasuk sastra lisan.

Hal ini sebagai upaya mencegah punahnya 7000 bahasa di dunia. Banyak di antara bahasa ini menghilang dengan cepat.

Terutama bahasa yang dituturkan oleh masyarakat adat di masing-masing negara.

Perayaan World Book and Copyright Day menjadi bagian dari upaya pencegahan kepunahan tersebut.

Bahasa merupakan penghubung antara masa lalu, masa sekarang dan masa depan.

Buku yang memuat berbagai macam bahasa ini menjadi jembatan antargenerasi dan lintas budaya, sehingga bahasa adat di dunia dapat terus bertahan dan hidup di masyarakat.

Selain itu melalui World Book and Copyright Day, warga masyarakat dunia diharapkan dapat mengakses buku yang berisikan keragaman bahasa, keragaman linguistik, dan keragaman bentuk karya sastra dalam upaya mendukung kreativitas, keragaman karya sastra, pengetahuan ilmiah dan sumber pendidikan.

Perayaan World Book and Copyright Day mewakili tiga sektor utama industri buku, yakni penerbit, distributor buku, dan perpustakaan.

Dengan demikian perayaan ini melibatkan beberapa pihak, seperti penulis, penerbit, siswa, guru, pustakawan, lembaga publik dan swasta, media massa, dan semua pihak yang merasa perlu untuk bekerja sama memajukan dunia perbukuan.

Pada perayaan tahun ini Audrey Azoulay sebagai Direktur Jenderal UNESCO telah menetapkan Accra, Ghana sebagai Ibukota Buku Dunia (World Book Capital) UNESCO tahun 2023.

Negara-negara anggota World Book Capital Network (WBCN) meyakini bahwa buku dan aktivitas membaca merupakan landasan menuju warga dunia yang lebih inklusif, damai, dan berkelanjutan.

Negara anggota WBCN berkomitmen terhadap pengembangan dan kemajuan literasi, pembelajaran sepanjang hayat, hak cipta, serta kebebasan berekspresi.

Merujuk Resolusi 29 tahun 2001 UNESCO, kota yang ditunjuk sebagai sebagai Ibukota Buku Dunia berkomitmen untuk melakukan kegiatan selama satu tahun – dari World Book and Copyright Day ke World Book and Copyright Day berikutnya – yang bertujuan mendorong budaya membaca dan menyebarkan nilai-nilai literasi di segala usia dan kelompok organisasi, baik di dalam maupun di luar batas negara yang ditunjuk.

Dalam catatan UNESCO, kota Accra dipilih sebagai World Book Capital tahun 2023 karena memiliki fokus yang kuat pada kaum muda dan potensi mereka untuk berkontribusi pada budaya dan kekayaan Ghana.

Program yang diusulkan Accra adalah upaya pemanfaatan buku untuk meningkatkan keterampilan anak-anak muda.

Program ini menargetkan kelompok marjinal dengan tingkat buta huruf yang tinggi terutama bagi anak-anak, perempuan, imigran, anak jalanan, dan penyandang disabilitas.

Langkah-langkah yang akan dilaksanakan antara lain adalah penguatan infrastruktur sekolah, pengenalan perpustakaan keliling untuk menjangkau kelompok-kelompok yang terpinggirkan, lokakarya untuk mempromosikan membaca dan menulis buku dalam berbagai bahasa Ghana, penyelenggaraan kompetisi untuk memamerkan seni dan budaya Ghana, mempromosikan inklusivitas, pendirian pusat keterampilan dan pelatihan bagi kaum muda yang menganggur.

Seluruh aktivitas ini dimaksudkan untuk menumbuhkan budaya membaca, semangat pembelajaran sepanjang hayat, dan kemandirian warga masyarakat.

Program Accra juga meliputi sektor penerbitan dan industri kreatif lainnya guna mendorong pengembangan keterampilan profesional yang dapat mendorong transformasi sosial dan ekonomi di Ghana.

Hon. Elizabeth Naa Kwatsoe Tawiah Sackey, Walikota Accra – Walikota perempuan pertama di Accra – dan Ernesticia Lartey Asuinura, direktur eksekutif Dewan Pengembangan Buku Ghana akan menjadi pucuk pimpinan program tersebut. Ghana memiliki banyak dongeng dan cerita rakyat.

Ghana memiliki kisaran 80 dialek dan bahasa, namun penerbitan di Ghana belum mencetak seluruh dongeng dan cerita rakyat lisan tersebut.

Penerbit di Ghana juga baru menerbitkan buku tidak lebih dari 15 dialek dan bahasa.

Berdasarkan hal tersebut, Program Accra berfokus pada pengembangan kapasitas dan pengembangan penerbitan profesional.

Utamanya penerbitan bahasa lokal.
Accra sebagai World Book Capital ke-23 mengikuti dan Ibukota Buku sebelumnya yakni Madrid (2001), Alexandria (2002), New Delhi (2003), Anvers (2004), Montreal (2005), Turin (2006), Bogota (2007), Amsterdam (2008), Beirut (2009), Ljubljana (2010), Buenos Aires (2011), Erevan (2012), Bangkok (2013), Port Harcourt (2014), Incheon (2015), Wroclaw (2016), Conakry (2017), Athena (2018), Sharjah, (2019) ) dan Kuala Lumpur (2020), Tbilisi (2021), dan Guadalajara (2022).

Selain Accra, di beberapa wilayah negara lain juga diadakan perayaan yang menarik.

Di Spanyol misalnya, terdapat tradisi pembagian buku gratis sebagai hadiah pada tiap perayaan Hari Buku Sedunia. Anak-anak di Inggris menerima token yang dapat mereka bawa ke toko buku lokal untuk mendapatkan diskon.

Di Swedia peringatan Hari Buku Sedunia diwarnai dengan kompetisi menulis lintas sekolah dan perguruan tinggi. Di internet banyak perusahaan akan menawarkan eBook gratis untuk diunduh di ponsel.

Aktivitas ini sepertinya mendukung pernyataan Audrey Azoulay – Direktur Jenderal UNESCO, bahwa buku adalah kendaraan vital untuk mengakses, menyebarkan, dan mempromosikan pendidikan, sains, budaya, dan informasi ke seluruh dunia.(*)

 

 

Penulis: Wachid E. Purwanto
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, UAD