Komnas Ham Dalam Kasus Pelecehan

Minggu, 12 November 2023 - 21:48:30


Hendrika Eko Febriansah,Azka Fahmi Panjaitan, Ananda Putri Devitasari, Shela Adesti Sofyanta
Hendrika Eko Febriansah,Azka Fahmi Panjaitan, Ananda Putri Devitasari, Shela Adesti Sofyanta /

Radarjambi.co.id-KOMNAS HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Hal ini disebutkan di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pada awalnya, Komnas HAM didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Sejak 1999 keberadaan Komnas HAM didasarkan pada Undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi, keanggotaan, asas, kelengkapan serta tugas dan wewenang Komnas HAM.(Situs web Komnas HAM)

KEBIJAKAN KOMNAS HAM

Kebijakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam kasus pelecehan adalah melindungi dan memperjuangkan hak asasi manusia yang masuk dalam kategori pelanggaran HAM.

Komnas HAM berupaya menghormati, melindungi, dan menegakkan hak-hak mereka yang terkena dampak pelecehan Dalam kasus pelecehan, Komnas HAM melakukan investigasi  independen dan obyektif untuk mengumpulkan bukti dan fakta terkait dugaan pelanggaran HAM.

Komnas Ham juga berpatisipasi dalam memulihkan dan melindungi korban pelecehan seksual. Selain itu, Komnas HAM juga bertanggung jawab melakukan advokasi dan memperjuangkan perubahan kebijakan yang mendorong pencegahan pelecehan,  kesadaran masyarakat yang lebih baik, dan perlindungan hak asasi manusia.

Mereka berperan dalam merumuskan undang-undang atau regulasi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pelecehan serta memastikan adanya mekanisme pengaduan yang efektif Dalam menjalankan tugasnya, Komnas HAM bekerja dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, keadilan, dan rasa hormat terhadap hak-hak asasi manusia.

Tujuan akhirnya adalah memastikan bahwa pelanggaran HAM tidak terulang dan pelecehan dihentikan, serta pemberian keadilan bagi korban.

KASUS YANG DITANGANI KOMNAS HAM

Pada tahun 2023, Indonesia digemparkan dengan kasus pelecehan yang menimpa Peserta Miss Universe Indonesia saat pemotretan. Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan seorang tersangka yang memiliki hubungan dekat dengan para korban. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan masyarakat  tentang keamanan dan perlindungan anak-anak di Indonesia.

Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra, menilai dugaan pelecehan seksual yang menimpa sejumlah finalis dalam kontes Miss Universe Indonesia (MUID) 2023 sebagai hal yang ironis.

Pasalnya, dalam perspektif Dhahana, MUID ini merupakan kompetisi bergengsi bagi perempuan untuk aktualisasi diri dan kepribadian sehingga diharapkan mampu atau layak menjadi duta bangsa.

Pelecehan seksual, sambung Dhahana, tidak dapat ditoleransi dengan dalih apapun di Indonesia. “Selain telah meratifikasi CEDAW sejak tahun 1984 dan terus aktif berpartisipasi dalam dialog konstruktif pelaporannya, kini kita juga telah memiliki.

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang menjadi bukti keseriusan negara untuk memberikan perlindungan dan penghormatan HAM terutama terkait isu kekerasan seksual.

KESIMPULAN

Lembaga Komnas HAM sendiri merupakan lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya. Lembaga ini berfungsi melakukan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.

Komnas HAM juga menjalin hubungan dengan pemangku kepentingan, termasuk korban dan pelaku, serta melibatkan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang komprehensif.

Jika ditemukan cukup bukti, Komnas HAM dapat memberikan rekomendasi atau saran kepada organisasi atau lembaga terkait, seperti  penegak hukum, untuk melakukan investigasi lebih lanjutatau mengambil tindakan hukum terhadap pelaku pelecehan.(*)

 

 

Penulis: Hendrika Eko Febriansah, Azka Fahmi Panjaitan, Ananda Putri Devitasari, Shela Adesti Sofyanta, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Ahmad Dahlan