Syarat Pencalegan H M Syaihu Dipermasalahkan

Rabu, 26 Desember 2018 - 20:38:54


Jalannya Sidang Pelanggaran Admintratif Bawaslu Sarolangun
Jalannya Sidang Pelanggaran Admintratif Bawaslu Sarolangun /

Radarjambi.co.id - SAROLANGUN - Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Sarolangun, Syahrial Gunawan menuntut Ketua DPRD Sarolangun, H Muhammad Syaihu dan dua anggota DPRD, Hapis dan Jannatul Pirdaus didiskualifikasi dari Daftar Calon Tetap (DCT) calon anggota DPRD Kabupaten Sarolngun 2019-2024.

Hal ini dibeberkan Syahrial Gunawan sebagai pelapor di sidang dugaan pelanggaran administratif Pemilu yang dilaksanakan Bawaslu Sarolangun pada Rabu (26/12), pagi dengan agenda pembacaan laporan pelapor dan pembacaan jawaban terlapor.

"Dimohon Bawaslu untuk menjatuhkan putusan, yakni mengabulkan laporan pelapor untuk seluruhnya, menyatakan terlapor H Muhammad Syaihu, Hapis dan Jannatul Pirdaus telah melakukan pelanggaran administratif Pemilu, mengeluarkan para terlapor dari DCT dan menyatakan terlapor sebagai calon anggota DPRD 2019-2024 didiskualifikasi dari DCT,"sebut Syahrial Gunawan.

Menurut Syahrial Gunawan, ketiga terlapor telah mengundurkan diri sebagai anggota DPRD dan membuat surat pernyataan sebagai syarat untuk menjadi calon anggota DPRD yang diserahkan ke KPU Sarolangun, karena mencalonkan diri dengan partai yang berbeda atau pindah Parpol.

"Ketiga terlapor sudah ditetapkan sebagai DCT oleh KPU sarolangun 2 September 2018, tapi terlapor masih aktif sebagai anggota DPRD Sarolangun. Surat pengunduran diri sebagai anggota DPRD sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilu dan Perbawaslu Nomor 20 Tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPRD tidak bisa ditarik kembali,"jelasnya.

Dipaparkan Syahrial Gunawan, para terlapor sejak mengajukan surat pengunduran diri tidak lagi aktif sebagai anggota DPRD serta tidak lagi melaksanakan tugas dan wewenang serta kewajiban sebagai anggota DPRD, karena telah ditetapkan sebagai DCS dan DCT.

"Apabila terlapor masih aktif sebagai anggota DPRD, maka syarat pencalonan para terlapor sebagai anggota DPRD tidak terpenuhi dan telah melakukan pelanggaran administratif Pemilu,"ucapnya.

Sementara itu dengan adanya pengajuan gugatan ke PTUN Jambi dinilai ironis, hal ini diartikan terlapor belum mengundurkan diri sebagai anggota DPRD, atau terlapor telah menarik surat pengunduran diri sebagai anggota DPRD.

"Terlapor tidak memenuhi persyaratan sebagai calon anggota DPRD 2019,"tegasnya.

Terpisah, pengacara terlapor Samaratul Fuad mengatakan, laporan pelapor ditemukan kejanggalan dan kekeliruan yang mendasar, secara hukum kekeliruan tersebut telah merugikan terlapor, sebab mengganggu dan mengancam hak dan ketenangan terlapor.

Menurutnya, pelapor mengaku sebagai Ketua DPC PDIP Sarolangun adalah tidak benar dan tidak sah.

"Bukti pelapor tidak lagi sebagai Ketua DPC PDIP, yakni putusan PN Sarolangun tanggal 15 Desember 2017, putusan Mahkamah Agung (MA) tanggal 26 Maret 2018, surat dari PN Sarolangun tanggal 10 September 2018 dalam penjelasan bahwa putusan tersebut sudah inkracht,"kata Samaratul Fuad.

Ditegaskannya, dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tidak ada larangan bagi calon anggota DPRD yang telah mengajukan pengunduran diri dan tidak boleh aktif lagi sebagai anggota dewan, baik itu UU nomor 7 Tahun 2018 atau PKPU nomor 20 Tahun 2018.

"Mengajukan pengunduran diri bukan berarti berhenti sebagai anggota dewan, jadi persepsi pelapor keliru dan tidak tepat, karena pelapor bukanlah badan atau orang yang diberikan kewenangan untuk menafsirkan kaidah dari ketentuan yang berlaku,"ucapnya.

Dipaparkan Samaratul Fuad, DPC PDIP tidak pernah mengusulkan pemberhentian terlapor untuk mengundurkan diri kepada pimpinan DPRD sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 406 ayat (1) UU nomor 17 Tahun 2014 dan pasal 100 huruf b PP Nomor 12 Tahun 2018.

"Gubernur Jambi mengeluarkan surat pemberhentian tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan UU nomor 2017 dan PP nomor 12 Tahun 2018 sehingga beralasan terlapor mengajukan gugatan ke PTUN sesuai dengan ketentuan yang berlaku,"terangnya.

Sementara itu, kata Samaratul Fuad, terkait dengan bukti pelapor sebanyak 15 bukti surat sebagaimana dicantumkan oleh pelapor, maka hal ini keliru, sebab didapatkan oleh pelapor secara tidak sah dan illegal, sejumlah bukti pelapor merupakan arsip dan dokumentasi pada DPRD Sarolangun dan KPU Sarolangun.

"Bukti surat pelapor yang didapatkan secara illegal, maka bukti itu tidak dapat diterima sebagai bukti surat dalam perkara aquo,"tandasnya.

 

 

Reporter : C. Rangkuti

Editor     : Ansori