Walikota Jambi Buka Rakor High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah

Kamis, 28 Oktober 2021 - 21:26:43


/

radarjambi.co.id-KOTA JAMBI-Wali Kota Jambi Syarif Fasha membukan Rakor High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Tahun 2021, di Ruang Pola. Selasa ( 26/10).

Berdasarkan laporan dari Bank Indonesia bahwa Kota Jambi mengalami inflasi 3, yang berarti pada posisi sedang. Hal yang menjadi sumber inflasi ini tetap seperti cabe, bawang dan lain sebagainya.

Pada Rakor tersebut terdapat tiga narasumber yaitu Ekonom Jambi Profesor Safrizal Tan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Suti, Kepala Bulog Defrizal.

Terkait dengan inflasi Kota Jambi Fasha menjelaskan bahwa sebetulnya kondisi inflasi ini masih dikatakan semu karena indikator penghitungan KotaJambi belum memasukkan penghitungan belanja berbasis online.

"yang mana jika inflasi tinggi orang beranggapan bahwa daya beli masyarakat rendah karena indikator dihitung bagaimana jumlah masyarakat uang berputar di Pasar, tetapi kita ketahui bahwa sekarang pasar-pasar tradisional sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat, pasar tradisional ke pasar modern," jelasnya.

"Pada saat ini masyarakat sudah bergeser ke pasar e-commerce semua menggunakan aplikasi online di mana aplikasi belanja online ini transaksinya sudah 100% sehingga sama dengan transaksi konvensional.

Jadi jumlahnya sangat besar dan indikator belanja online belum menjadi suatu penyumbang indikator inflasi jadi saya katakan inflasi saat ini merupakan inflasi semu," tambahnya.

Bank Indonesia Pusat saat ini masih membuat formulasi mengenai bagaimana indikator belanja online menjadi indikasi penghitungan inflasi daerah.

Sekarang terdapat pajak restoran yaitu pajak take way di mana jika ingin makanan yang dipesan dibungkus ternyata jumlahnya 2 kali lipat pada sektor itu misalnya biasa dapat 1 menjadi dapat 2, jadi dapatnya 50% sama dengan di sektor yang konvensional tidak mengurangi pendapatan dari yang konvensional tadi.

Inflasi ini terkait dengan bahan pangan, jika cabe mahal maka inflasi tinggi di mana daya beli masyarakat rendah.

Terdapat cara-cara inovasi konvensional untuk mengatasi ini, misalnya membagikan bibit-bibit bawang atau bibit-bibit cabe pada masyarakat dalam bentuk dalam polybag yaitu bibit unggulan yang dalam satu keluarga diberikan dua polybag dengan harapan dalam satu bulan sudah berbuah.

Itulah salah satu inovasi kecil yang dapat dilakukan OPD terkait, misalnya Dinas Pertanian yang sanggup membeli bibit-bibit ini semua.

Pengendali utama dalam inflasi daerah yaitu pemerintah provinsi, di mana pemerintah provinsi dapat mengakomodir inovasi-inovasi ini.

Fasha mencontohkan Kabupaten Merangin menjadi basis Swasembada pangan dibidang pertanian tanaman beras, Kabupaten Muaro Jambi menjadi basis tanaman bawang, dan sebagainya.

"Provinsi harus membekali, mengawasi, merencanakan, mengendalikan, dan mempersiapkan siapa yang menjadi pasarnya nanti misalnya Kota Jambi, Kota Bungo maupun kota-kota lainnya, itulah inflasi yang terkendali yang tidak boleh terlepas dari pemerintah provinsi," tuturnya.

Mengenai tanaman hidroponik merupakan hal yang eksklusif. Masyarakat tidak semua perangkat hidroponik hanya pada kalangan-kalangan terbatas dikarenakan biaya cukup mahal dengan investasi sekitar 20 juta.

"Menurut saya penerapan hidroponik ini belum bisa mengantisipasi kebutuhan masyarakat karena tanaman hidroponik hanya pada masyarakat tertentu saja, " tutupnya. (mg/ria)