Pendidikan di Masa Pandemi

Jumat, 29 April 2022 - 14:19:19


Mira Aristiani
Mira Aristiani /

Radarjambi.co.id-Sudah dua tahun lebih pandemi covid-19 menyebar di lingkungan masyarakat Indonesia yang mengakibatkan semua aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat mengalami banyak perubahan termasuk dalam proses pendidikan.

Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk mewujudkan proses pembelajaran peserta didik untuk mengembangkan potensi pada dirinya. Peseta didik mampu mendapatkan hak pendidikan.

Meskipun dalam masa pandemi seperti saat ini pendidikan harus terus berjalan. Pembelajaran tetap berlangsung meskipun dilakukannya pembelajaran jarak jauh untuk mengurangi penyebaran covid-19.

Pada masa pandemi seperti ini sekolah maupun perguruan tinggi harus mampu menyesuaikan untuk terus melaksanakan proses belajar mengajar. Perkembangan zaman yang selalu mengalami perkembangan dari zaman ke zaman.

Pendidikan pun juga harus terus mengikuti perkembangan zaman dari waktu ke waktu, untuk meningkatkan kualitas ataupun mutu dalam perkembangan pendidikan.

Metode pembelajaran yang dilakukan pada masa pandemi adalah metode daring. Dengan metode tersebut dilakukan agar proses pembelajaran tetap berjalan, sekolah dapat memanfaatkan fasilitas yang mulai berkembang pada masa pandemi yaitu seperti zoom, google meet, google classroom, dan e-learning sekolah yang dapat digunakan untuk menjalankan proses belajar mengajar.

Selain memanfaatkan teknologi yang ada untuk menunjang proses pendidikan, pendapat psikolog anak Seto Mulyadi dalam gatra.com berpendapat bahwa dalam hal jenis pembelajaran untuk siswa didik pada masa pandemi, yang terpenting adalah soal komunikasi.

Menurutnya pihak sekolah dan orang tua harus memiliki komunikasi yang efektif antara pihak sekolah dan orang tua.

Namun, perlu diketahui terdapat sisi positif dan juga negatif pada saat proses pembelajaran daring berlangsung.

Diketahui tidak semua wilayah daerah Indonesia mendapatkan jangkauan internet dan jaringan yang bagus. Selain terkendala oleh jaringan, terdapat masalah lain yaitu terbatasnya kuota internet.

Meskipun dalam beberapa bulan pemerintah menyediakan kuota belajar secara gratis tidak semua peserta didik maupun pendidik yang memperoleh bantuan tersebut.

Terlebih lagi jika tidak adanya keluarga di rumah yang kurang paham dengan teknologi internet yang membuat peserta didik kesulitan mendapatkan ilmu pengetahuan dan tertinggalnya mata pelajaran.

Terbatasnya interaksi antara siswa dan guru yang mengakibatkan keterlambatan proses belajar mengajar. Hilangnya fokus siswa pada saat pembelajaran dikarenakan kelamaan menatap layar ponsel atau laptop.

Jika dilihat banyak dampak negatif yang ditimbulkan pada saat pandemi covid-19 ini, namun ternyata pandemi covid-19 memiliki dampak positif.

Dampak positifnya antara lain yaitu, peserta didik mulai mengenal aplikasi baru yang muncul seperti zoom, google meet, google classroom dan banyak lagi, kerja sama antara guru dan orang tua dalam melihat perkembangan anak dalam proses belajar secara daring, memanfaatkan internet untuk hal-hal yang positif.

Oleh karena itu, marilah kita mengikuti protokol kesehatan agar covid-19 cepat berakhir dan proses belajar mengajar secara tatap muka bisa cepat terlaksanakan.

Komunikasi antara guru, orang tua, dan siswa juga harus terjalin dengan baik agar proses pembelajaran berjalan dengan baik.

Peningkatan evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh pemerintah, komite sekolah, guru, siswa, orang tua, dan masyarakat sekitar atau yang menjadi tanggung jawab bersama untuk lebih dalam meningkatkan kualitas dan menambah fasilitas.

Agar pendidikan yang dilakukan pada saat masa pandemi ini tidak mengalami penurunan dan agar berjalan dengan efektif dan efisien dan untuk menghidari learing loss.

Dikutip dari zenius.net mengatakan diberlakukannya PTM ini menjadi salah satu langkah pemerintah Indonesia untuk mengatasi dan atau mencegah munculnya learning loss pada siswa. UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun mendukung berlangsungnya PTM di seluruh sekolah Indonesia.(***)

Penulis : Mira Aristiani, Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Ahmad Dahlan.