Bagaimana Penerapan Program MB-KM di Indonesia?

Selasa, 12 Juli 2022 - 10:47:02


Febriyanti
Febriyanti /

Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MB-KM) oleh Menteri Nadiem Makarim telah berjalan sejak tahun 2020. Namun, program tersebut masih mengalami banyak permasalahan dalam pelaksanaannya.

Menurut Nizam, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek pada tahun 2021, pelaksanaan MB-KM dinilai tak lepas dari hambatan dan kendala terkait regulasi baik nasional dan lokal, serta kesiapan para pihak, seperti dosen, staf, dan karyawan.

Permasalahan pada regulasi nasional umumnya terkait kesiapan yang kurang dari pihak universitas. Dalam hal apa?  Dalam hal pelaksanaan konversi mata kuliah per Satuan Kredit Semester (SKS) yang jumlahnya setara dengan 20 SKS per semester.

Tak hanya itu, kebingungan juga dialami oleh para dosen dalam menentukan mata kuliah apa saja yang harus dikonversi sebab orientasi MB-KM ada pada dosen pengajarnya.

Dosen juga dinilai kurang siap dalam mengikuti program baru tersebut karena tidak mau keluar dari zona nyaman mereka.

“Nah ini yang kadang-kadang kita dosen-dosen takut keluar dari comfort zone-nya, padahal dunia sudah bergerak dengan pesat.” pungkas Nazim.

Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM),  Mardhani  Setiawan mengidentifikasikan adanya 5 potensi kendala program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, di antaranya sebagai berikut ini.

  1. Pola pikir mengenai Kampus Merdeka yang hanya dipandang sebatas program dari kementrian oleh pelaksana tingkat bawah.
  2. Adanya rasa otoritas tersendiri dari pihak pelaksana di tingkat universitas.
  3. Dosen dan pejabat kampus tidak ada rasa mau berubah atau keluar dari zona nyaman.
  4. Mahasiswa masih dijadikan sebagai objek dalam meraih tujuan dari program tersebut tapi tujuan tersebut sampai saat ini dirasa belum tercapai.
  5. Pandangan tentang Kampus Merdeka seharusnya yakni dijadikan sebagai batu loncatan, bukan tujuan akhir.

Pada dasarnya Kampus Merdeka merupakan konsep baru yang membiarkan mahasiswa mendapatkan kemerdekaan belajar di perguruan tinggi. Kampus merdeka adalah sebuah lanjutan dari Merdeka Belajar.

Mahasiswa akan belajar selama dua semester dan dapat menentukan mata kuliah yang nantinya akan diambil di luar kampus.

Penerapan Kampus Merdeka bertujuan agar mahasiwa memiliki kemampuan beragam di berbagai bidang keilmuan yang berguna di dunia kerja. Banyak mahasiswa yang mendukung program tersebut tapi tetap saja akan ada pro dan kontra dalam pelaksanaannya.

Sejak MB-KM pertama kali dilaksanakan, banyak komentar bermunculan dari pihak mahasiswa salah satunya ialah Fajar Adi Nugroho, Ketua BEM Universitas Indonesia (UI).

Fajar yang mengikuti kegiatan MB-KM di tahun 2021 menilai program baru tersebut akan mengubah cukup banyak hal dalam pendidikan tinggi salah satunya kurikulum.

Namun, kesiapan dari pihak perguruan tinggi masih memerlukan waktu untuk menyesuaikan dalam program tersebut. Ia berpesan agar jangan sampai program MB-KM ini menjadi suatu sumber magang murah.

Juga perlu disikapi untuk dengan membuat peraturan yang jelas antara pihak perusahaan dan pemerintahan.

Mengenai kebijakan program MB-KM tersebut, memang menjadi peluang sekaligus tantangan. Tak hanya untuk mahasiswa tapi juga dosen sekaligus perguruan tinggi atau institusi.

Kampus merdeka memberikan keleluasaan kepada mahasiswa untuk melakukan kegiatan diluar kelas guna mendorong mereka untuk mandiri. Mahasiswa juga akan lebih siap menghadapi dunia kerja yang semakin sulit tiap tahunnya.

Program MB-KM memang masih memerlukan pembenahan karena program tersebut masih menjadi suatu program inovasi baru dari pemerintah.

Program tersebut merupakan sebuah implementasi dari visi misi yang dimiliki oleh Presiden Joko Widodo guna menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Indonesia yang lebih unggul. Oleh karena itu, akan sangat disayangkan apabila program baru tersebut dihapus. (*)

 

Penulis : Febriyanti, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta