Seni Sastra Dalam Pembelajaraan Sosial Emosional

Rabu, 07 Juni 2023 - 20:26:56


/

Radarjambi.co.id-“Sastra adalah sebuah kemewahan, fiksi adalah sebuah kebutuhan.”_Gilbert K. Chesterton

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari upaya guru menciptakan pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.

Pembelajaran sosial emosionalmerupakan salah satu pendekatan yang saat ini diharapkan dapat dikuasai guru dalam pembelajaran. Pembelajaran sosial-emosional yang diterapkan secara tepat dipercaya dapat meningkatkan hasil belajar.

Sastra sebagai salah satu cabang ilmu yang memuat unsur seni dan pengetahuan dapat menjadi alternatif yang digunakan guru dalam melaksanakan pembelajaran sosial emosional.

Hal ini juga dapat menjadi alternatif guru bahasa Indonesia dalam menerapkan pembelajaran sosial emosional. Hal ini berkaitan dengan kemampuan guru menjadi teladan bagi peserta didik dalam proses menyerap dan mengembangkan pengetahuan.

Seni sastra dalam pembelajaran dipercaya mampu mewujudkan penerapan model holistik dalam proses pembelajaran orang dewasa. Hal ini berkaitan dengan enam proposisi yang terdapat proses pembelajaran.

Pertama, belajar merupakan proses yang tidak melihat hasil akhir saja. Guru penting berfokus pada proses serta memberikan umpan balik yang sesuai dengan peserta didik. Harapan dalam proses ini peserta didik juga menikmati proses belajar dan memahami makna pembelajaran.

Kedua, proses belajar merupakan proses belajar kembali. Proses pembelajaran yang bermakna (termasuk memanfaatkan seni sastra) dapat mengetahui pemahaman peserta didik, ide ataupun pemikiran peserta didik dalam mengaitkan antar pembelajaran.

Ketiga, belajar ialah proses beradaptasi dan menyelesaikan konflik. Pembelajaran berbasis konflik mampu membuat peserta didik untuk mempelajari hal baru, belajar dari pengalaman, dan merefleksikan proses yang dilewati.

Keempat, belajar menjadi sebuah proses menyeluruh dan adaptasi terhadap lingkungan. Belajar bukan saja melibatkan fungsi kognisi, melainkan sebuah proses totalitas berpikir, beremosi, persepsi, dan berperilaku.

Kelima, belajar merupakan transaksi sinergis antara individu dengan lingkungan. Belajar juga merupakan proses melibatkan proses asimilasi sebuah pembelajaran yang baru diperoleh dengan sebelumnya.

Keenam, belajar merupakan proses untuk memperoleh pengetahuan. Proses mendapatkan pengetahuan ini dapat diperoleh melalui experientiallearning; belajar melalui mengalami danmelalui pengalaman. Eksperientiallearning mengarahkan peserta didik untuk mampu mengalami proses dan mendapatkan pengetahuan.

Eksperientiallearningmelibatkan dua cara dalam mendapatkan pengetahuan, yaitu pengalaman konkret dan konseptualisasi abstrak.

Pembelajaran Sosial emosional juga melibatkan dua cara dalam mentransformasi pengetahuan, yaitu observasi reflektif dan eksperimen secara aktif. Hal tersebut mengarahkan individu melakukan observasi dan menjelaskan peristiwa yang terjadi beserta pemahaman dan mempraktikkan secara aktif.

Merujuk pada proses pembelajaran tersebut guru perlu penjadi agen yang kreatif dan mendorong kreativitas peserta didik.

Pembelajaran saat ini juga mengarahkan guru menjadi fasilitator sehingga proses pembelajaran mengalami, refleksi diri, berpikir, dan melakukan. Sementara itu, pengalaman konkret adalah dasar observasi dan refleksi diri.

Mencapai guru kreatif dalam menciptakan pembelajaran sosial emosional, seni sastra dapat menjadi pendekatan yang digunakan dalam mencapai pembelajaran yang bermakna. Seni sastra yang dapat diterapkan dalam pembelajaran sosial emosional adalah sebagai berikut.

Pertama, identifikasi dan pemahaman emosi. Sastra dapat menggambarkan berbagai macam emosi dan pengalaman manusia, degan membaca sastra siswa dapat mengidentifikasi, memahami dan merasakan emosi yang diungkapkan oleh karakter cerita sehingga membantu mengembangkan kepekaan emosional dan pemahaman tentang kompleksitas emosi.

Kedua, empati; sastra memungkinkan siswa memasuki pemikiran dan perasaan karakter yang berbeda. Membaca sastra mampu meningkatkan kemampuan siswa berempati dengan orang lain, menggali perspektif yang berbeda, dan memahami pengalaman hidup yang beragam.

Ketiga, pemecahan masalah dan konflik. Sastra menghadirkan konflik dan tantangan yang harus dihadapi oleh karakter tokoh. Melalui membaca sastra, menganalisis cerita, siswa dapat belajar dari karakter cara menghadapi masalah, menyelesaikan konflik, dan membuat keputusan yang tepat.

Keempat, keterampilan komunikasi dan berpikir kritis. Melalui sastra, siswa diajak untuk membaca, menganalisis, dan merespons teks secara verbal ataupun tulisan.

Hal ini membantu meningkatkan keterampilan komunikasi lisan dan tertulis, serta mendorong berpikir kritis dalam merumuskan argumen dan pendapat.

Kelima, refleksi dan pengembangan diri. Sastra dapat memperdalam pemahaman siswa tentang diri mereka sendiri dan mengajak mereka merenungkan nilai-nilai, keyakinan dan identitas mereka.

Dengan demikian, memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang diri mereka sendiri dan mengasah kemampuan mengambil perspektif diri.

Dengan demikian, seni sastra dalam menerapkan pembelajaran sosial emosional dapat diterapkan guru untuk menggali dan memahami emosi, memfasilitasi diskusi tentang konflik dan solusi, serta membangun keterampilan komunikasi dan berpikir kritis.

Peserta didik juga dapat menuliskan respons pribadi melalui penciptaan karya sastra sehingga mendorong refleksi diri dan pengembangan kreativitas mereka.(*)

 

Penulis : Yosi Wulandari Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, UAD,Mahasiswa S-3, Program Doktor, IIH, FIB, UGM Anggota Majelis Lembaga Seni Budaya, PDM, Bantul, DIY